Kewajiban Penguasaan Auditor terhadap Fatwa Standar Produk Halal

[CIPUTAT, MASJIDUNA] —  Penguasaan dan kemampuan dalam melakukan pemeriksaan terhadap produk halal atau kehalalan produk menjadi keharusan yang dimiliki auditor. Sebab dalam menjalankan tugas dan fungsinya, auditor halal bernaung di Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Demikian disampaikan Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Aminudin Yakub dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Auditor Halal di Pusdiklat Kementerian Agama, Rabu (4/9) lalu.

“Auditor halal harus memahami betul tentang tata cara pemeriksaan kehalalan produk,” ujarnya di depan 60 calon auditor halal sebagaimana dikutip MASJIDUNA dari laman Kemenag.

Menurutnya pemberian pendidikan dan pelatihan menjadi kewenangan MUI sebagaiamana amanat UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan produk Halal. Terhadap peserta yang lolos uji kompetensi  berhak mengantongi sertifikat kompetensi sebagai auditor dengan lisensi MUI

“Setelah itu, mereka baru dapat dinyatakan bisa melaksanakan tugas sebagai auditor halal di LPH,” ujarnya.

Menyoal penyembelihan, Aminudian mengurainya. Menurutnya penyembelihan hewan dan proses pengolahannya wajib sesuai ketentuan hukum Islam. Pengolahan hewan setelah penyembelihan meliputi pengulitan, pencincangan, dan pemotongan daging.  

Sementara bila penyembelihan hewan dilakukan dengan tidak memenuhi standar penyembelihan yang berkesuaian dengan syariat Islam, maka itu dinamakan gagal penyembelihan. 

Aminudin juga menjelaskan mengenai kontaminasi makanan dan minuman oleh najis. Menurutnya, setiap makanan dan minuman yang bercampur dengan barang haram/najis hukumnya adalah haram. Karenanya, makanan dan minuman yang menjadi haram untuk ditinggalkan.

“Dan adanya makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaklah MUI meminta kepada instansi yang bersangkutan memeriksanya di laboratorium untuk dapat ditentukan hukumnya,” katanya.

Aminudin berpandangan, menjadi  keharusan bagi auditor halal menguasai fatwa-fatwa yang ditetapkan MUI, khususnya terkait standar dan produk halal. “Auditor halal harus menguasai fatwa-fatwa MUI terkait standar dan produk Halal,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, kegiatan pendidikan dan pelatihan berlangsung sejak 2-8 September 2019. Setelah calon auditor halal mendapatkan pendidikan dan pelatihan tersebut, mereka harus mengikuti uji kompetensi auditor halal. Ini harus dilalui oleh seorang calon auditor halal dalam prosesnya untuk memperoleh sertifikat auditor halal.  [AHR]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *