[JAKARTA, MASJIDUNA]- Imam Ghazali yang dikenal dengan sebutan “Hujjatul Islam” adalah sosok ulama paling berpengaruh di dunia Islam. Keluasan ilmunya membuat sosok yang bernama lengkap Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali itu, karya-karyanya terus dibaca dan diamalkan meski sudah sekitar 1000 tahun lebih.
Baca Juga: Hakikat Muhasabah Menurut Imam Ghazali
Namun, Imam Ghazali sebenarnya lahir dan hidup di era ketika banyak ulama dan kelompoknya saling berebut dalam mempertahankan kebenaran masing-masing. Imam Ghazali hidup di zaman yang penuh gejolak. Sebagian dunia Islam terpecah. Ketika lahir pada 1058 Masehi di kota Thus, Khurasan, sebelah timur Persia, banyak aliran keagamaan dan filsafat hidup dan mengajarkan pengetahuannya. Dalam buku “Biografi Imam Ghazali” karya Dr. Izuddin Ismail (Penerbit Qaf, 2020) disebutkan beberapa aliran saling berebut pengaruh, misalnya, aliran Ahlusunah Wal Jamaah yang banyak dianut orang Seljuk Turki, kemudian aliran Bauwaihi bermazhab Syiah.
Sementara dari sisi fiqih, ada yang berpegang pada sikap konservatif dan mencukupkan diri pada Al-quran dan Hadits. Namun ada juga yang beraliran modern klasik, yang berpendapat tidak masalah mengutip dan mengikuti metode filsafat rasional dan mengaplikasinnya dalam ilmu-ilmu agama. Mereka masuk ke dalam golongan Mutakallimin. Lalu ada juga aliran Mu’tazilah yang mendapat sokongan dari Khalifah Abbasiyah Al Ma’mun.
Bukan hanya itu, ada juga aliran batiniyah yang berpendapat bahwa teks-teks Al quran memiliki makna tersirat. Kebalikan dari kalangan batiniyah, ada aliran Zahiriyah yang menekankan pada penafsiran tekstual terhadap kitab suci.
Terakhir ada aliran filsafat yang mengambil metode platonisme. Mereka terbantu dari buku-buku Plato yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Penerjemah yang terkenal kala itu adalah Hunain bin Ishaq.
Seluruh wacana yang meramaikan dunia Islam kala itu, membuat Al Ghazali tidak larut dalam satu kelompok. Dia mempelajari banyak aliran termasuk kajian filsafat, namun selalu berhasil keluar dari semua pemikiran itu dan memandangnya dari luar dalam pandangan yang jernih.
Baca Juga: Imam Al-Ghazali Jadi Inspirasi Politik yang Beradab
Salah satu pernyataannya yang cukup terkenal adalah, “Aku selalu berada dalam gejolak masa mudaku, sejak aku mendekati usia akhil balig, sebelum usia 20 tahun hingga saat ini. Usiaku sudah mendekati lima puluh. Aku menceburkan diri dalam gelombang lautan yang amat dalam, dan mengungkap rahasia-rahasia mazhab setiap golongan. Aku tidak meninggalkan seorang Batini sebelum aku melihat kebatiniyahannya. Aku tidak meninggalkan seorang Zahiri sebelum meninggalkan benar sisi kezahirannya. Aku tidak meninggalkan seorang filosof sebelum aku mendalami hakikat filsafatnya. Aku tidak meninggalkan seorang ahli kalam sebelum aku berusaha keras menelaah tujuan pernyataannya. Aku bergaul dengan seorang sufi sehingga aku berkeinginan keras untuk mengetahui rahasia kesufiannya;berhaul dengan ahli ibadah sehingga aku mengamati hasil ibadah yang dilakukannya; dan bergaul dengan seorang zindik yang menafikan sifat-sifat Tuhan hingga aku dapat menyelidiki berbagai alasan yang menjerumuskan dia dalam kesesatannya.”