Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Jadi Guru Besar Pertama Hukum Ekonomi Syariah

JAKARTA, MASJIDUNA – Perkembangan keuangan syariah baik dalam bisnis syariah dan ekonomi syariah begitu cepat. Walaupun belum ada dukungan dari sisi regulasi dan peraturan perundang-undangan, tetapi Lembaga-lembaga bisnis syariah sudah banyak bermunculan.

Beberapa contoh Lembaga yang sudah mulai berdiri seperti Rumah Sakit Syariah, Hotel Syariah, dan beberapa Lembaga syariah lainnya. Perkembangan bisnis keuangan syariah ini tentunya ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimana akan ada dampak kepada proses bisnis dengan menyederhanakan beberapa tahapan, seperti saat melakukan interaksi baik secara fisik maupun digital.

Guru Besar Ilmu Hukum Ekonomi Syariah pertama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Maksum menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang menjadi salah satu tantangan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

“Dari sisi struktur dan konstruksi hukum perjanjian, maka ini telah merubah subjek hukum, objek hukum dan juga interaksi kesepakatan hukum. Karena dalam Bahasa hukum perjanjian hukum islam ini akan berdampak kepada kepada para pelaku akad, objek akad, serta ijab qabul dalam akad”, jelas Muhammad Maksum dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar dengan judul “Urgensi Pembaruan Hukum Perikatan Islam dan Upaya Standarisasi Secara Global”, di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Rabu, 20/12/2023).

Apabila melihat dari konteks hukum perjanjian yang sudah dikenal selama ini, Maksum melanjutkan, baik hukum perjanjian perdata maupun hukum perjanjian syariah akan mengenal subjek hukum yaitu subjek orang dan subjek badan hukum. “Pada perkembangannya saat ini kita sudah bisa melihat bagaimana bisnis dikendalikan dan dilaksanakan oleh robot bahkan dimasa yang akan datang. Kemungkinan akan terjadi kegiatan bisnis di dalam dunia metavers maka akan dikendalikan oleh avatar”, ujar Muhammad Maksum.

Tentu dalam konteks hukum perjanjian ini menjadi suatu keniscayaan untuk melakukan suatu pembaruan terhadap subjek hukum. Disisi lain dari sisi objek hukum yang kita kenala dalam hukum perikatan perjanjian objek hukum itu ada objek yang berupa asset yang tangible maupun aset intangible.

Dari dua konsep ini kemudian semua orang bisa mengenal pergeseran asset yang sekarang kita lihat menjadi asset-asset digital ataupun asset-asset sekuritisasi. Bahkan, dimasa yang akan datang akan ada asset dalam bentuk meta. Seperti halnya mobil akan disebut sebagai mobil meta, rumah akan dikenal sebagai rumah meta. Dimana hal ini asset ini akan kita temukan di dunia metavers.
Tentu objek hukum yg demikian ini belum mendapatkan regulasi dan pengaturan yang memadai di dalam hukum perjanjian termasuk hukum perjanjian Islam.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum ini melihat konteks perkembangan teknologi saat ini dan akan datang sangat memudahkan Masyarakat dalam membuat kesepakatan, dengan hanya melakukan sekali klik dalam media aplikasi maka itu merupakan tanda persetujuan. “Proses kesepakatan digital itu bisa dimaknai sebagai sebuah kesepakatan dan bisa dianggap orang satu dengan orang yang lain telah melakukan perjanjian adalah mereka telah ridho atau setuju dengan perjanjian tersebut”, tegas Muhammad Maksum.

Melihat tiga kategori ini, maka perjanjian yang dimiliki itu merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan sebagai sebuah pengembangan. Karena di sisi lain interaksi dan perjanjian bisnis maupuan keuangan syariah ini sudah tidak lagi hanya berada dalam wilayah sangat kecil atau wilayah lokal maupun nasional.

[RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *