Hakikat Muhasabah Menurut Imam Ghazali

[JAKARTA, MASJIDUNA]- Muhasabah atau menghitung diri sendiri, menurut Imam Ghazali, diibaratkan seperti pedagang yang menghitung kongsinya setiap akhir tahun, akhir bulan atau setiap hari. Pedagang itu harus membuat perhitungan untung rugi dengan kongsi dagangnya. Nah, mengapa perhitungan ini tidak dilakukan terhadap kehidupan akhirat? Kata Imam Ghazali, peremehan ini diakibatkan oleh kelalaian dan sedikitnya taufik dari Allah.

Baca Juga: Lima Tahap Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Imam Ghazali

Padahal, dalam Al-Quran sudah dijelaskan dalam surat Al-Hasyr ayat 18. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”.

Kemudian sahabat Umar bin Khatab juga mengingatkan pentingnya muhasabah. “Hitunglah diri kalian, sebelum kalian dihitung. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang.”

Imam Ghazali pun menukil sebuah riwayat ketika Rasulullah ditemui oleh seseorang yang meminta nasihat. “Wahai utusan Allah, berilah aku nasihat. Rasulullah pun balik bertanya, “Apakah engkau mau menerima nasihat?’ Lelaki itu menjawab mau. Maka Rasulullah pun menjelaskan, “Jika engkau menghadapi sesuatu, pikirkanlah akibatnya. Jika sesuatu itu mengandung petunjuk, teruskanlah. Namun jika sesuatu itu mengandung kesesatan, jauhilah.”

Menurut Imam Ghazali, yang harus diperhitungkan hamba dalam perdagangan akhiratnya adalah hari-hari yang dilaluinya dan interaksi dirinya dengan nafsu yang mendorong pada kejelekan. Pertama dia harus menghitung yang berkaitan dengan kefardhuan-kefardhua. Jika sudah dipenuhi semua, bersyukurlah. Jika tidak ia harus menuntut diri menggantinya.

Baca Juga: Resep dari Imam al Ghazali Menghalau Kemalasan dalam Beribadah

Kedua, dalam kondisi diam pun harus muhasabah. Muhasabah pada saat duduk, berdiri, pada goresan hati, pemikiran, minum, tidur dan diamnya. Seperti itulah muhasabah seorang hamba dilakukan atas segala maksiat yang dilakukan hati dan anggota tubuhnya. Jika diibaratkan batu, dan dilemparkan ke rumah, maka rumah seorang hamba akan dipenuhi batu dengan cepat. “Namun terkadang manusia tidak menjaga diri dari kemaksiatan. Padahal dua malaikat senantiasa mengawasinya.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *