Foto: Twitter @thenameofallah
AL-‘AZHIM
Oleh: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka/Uhamka Jakarta)
Fasabbih bi-smi rabbikal-‘azhim. Sucikanlah nama Rabbmu, Yang Mahaagung.
Manusia peduli dengan besar kecil. Ia terobsesi meraih yang besar, membanggakan kebesaran, dan meremehkan atau menyingkirkan yang kecil. Manusia membutuhkan Tuhan Yang Mahaagung, yang dapat membantunya sadar diri, terjauhkan dari kesombongan, berani melawan penindasan, dan memberi ruang kepada orang-orang kecil.
Allah Sang Mahaagung. Dia lebih agung dari segala sesuatu. Keagungan-Nya tidak dapat diukur dan dibandingkan. Dia memiliki seluruh dimensi kebesaran dari segi kekuatan, keperkasaan, kekuasaan, pengetahuan, hingga kemuliaan. Dia agung dalam Dzat, perbuatan, sifat, dan derajat. Selain Allah, semuanya kecil — termasuk segala sembahan semu selain-Nya. Tak ada yang agung di hadapan Yang Mahaagung, bahkan bila semua ciptaan digabungkan. Mahasuci Allah dari segala anggapan yang tak sesuai dengan kebesaran-Nya.
Baca juga:
Ramadan Bersama Asmaul Husna (10)
Ramadan Bersama Asmaul Husna (9)
Ramadan Bersama Asmaul Husna (8)
Allah pemilik semua keagungan. Dialah pencipta, pemilik, dan pengatur seluruh langit dan bumi yang sedemikian luas dan besarnya, juga Arasy yang agung. Dialah pemilik dan pemberi karunia yang agung, di antaranya adalah karunia di dunia berupa Quran yang agung, dan karunia di akhirat berupa balasan dan kemenangan yang agung di surga. Hamba yang sadar akan melihat jelas keagungan-Nya, memuji-Nya, dan bersujud kepada-Nya.
Allah satu-satunya yang patut untuk diagungkan. Hanya Dia yang senantiasa diagungkan, ditakuti, dan disegani. Selain-Nya — sekalipun dipertuhankan — tak ada yang diagungkan secara abadi. Hanya Yang Mahaagung yang selayaknya dipuja dan dipuji. Hanya kepada Sang Mahaagung setiap manusia semestinya takjub dan tunduk. Tak pantas manusia mengagungkan diri, ciptaan sendiri, sesama manusia ataupun makhluk. Sekadar dengan melihat karya-Nya yang paling sederhana di alam raya, hamba yang sadar akan merasa kerdil dan mengakui serta mengagumi kebesaran-Nya.
Hamba al-‘Azhim tumbuh menjadi pribadi yang berjiwa besar, bersemangat menghasilkan karya-karya besar, dan melahirkan langkah-langkah besar. Ia bersyukur, rendah hati, dan tidak sombong. Ia juga tidak silau dengan kebesaran makhluk, tidak takut menghadapi kezaliman, dan mudah bersahabat dengan orang-orang kecil.
[RAN]