Menakar Kepastian Metode Hisab

Acara Media Gathering di Kantor PP Muhammadiyah, Jl. Cik Ditiro, No. 23 Kota Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Foto: Muhammadiyah

[YOGYAKARTA, MASJIDUNA] — Adanya perbedaan penggunaan metode dalam penentuan hari raya idul Fitri khususnya di kalangan muslim Indonesia tak dapat dihindarkan. Tapi semangat toleransi saling menghargai terus dikobarkan. Terlepas perbedaan tersebut, metode hisab bakal digunakan secara umum oleh umat muslim Indonesia maupun dunia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan mode hisab ke depannya bakal digunakan secara umum, karena ada kepastian. Sepertihalnya pengunaan jam sebagai penanda waktu shalat, Haedar yakin betul umat muslim di penjuru dunia bakalmenerapkan metode hisab wujudul hilal sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah yang lain umat Islam.

“Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat dhuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,” ujarnya dalam acara Media Gathering yang diselenggarakan di Kantor PP Muhammadiyah, Jl. Cik Ditiro, No. 23 Kota Yogyakarta pada, Selasa (18/4/2023).

Baca juga:

Dalam menentukan waktu salat, saat ini dari golongan dan negara manapun memakai jadwal yang sudah pasti. Nah, Muhammadiyah pun ingin dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah juga menggunakan seperti itu. Tapi keinginan tersebut membutuhkan waktu panjang. Bahkan boleh jadi membutuhkan waktu satu abad. Oleh karena itu, untuk saat ini ketika masih terjadi perbedaan penentuan umat Islam tidak perlu saling menuding dan caci maki.

“Kami pun menghargai bagi saudara-saudara, maupun negara yang masih menganut sistem dan metode lain,” ujarnya.

Apa yang diyakini Haedar tak lepas dari sejarah keberadaan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan saat menentukan arah kiblat masjid di tanah air dengan menggunakan metode ilmu falak. Kendati ditentang dengan berbagai cara, namun langkah Kyai Dahlan pun diikuti oleh seluruh kalangan muslim di Indonesia.

Bahkan Kementerian Agama membuat sertifikasi bagi setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. “Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,” imbuhnya.

Haedar melanjutkan, penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal merupakan landasan yang dapat digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Menurutnya, Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian. Seperti kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Sementara hanya kematian dan ajal yang tidak pasti dalam terawangan manusia.

“Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu ?, bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam,” pungkasnya.


[AR]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *