Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir saat memberikan penjelasan soal metode hisab kepada wartawan di Gedung PP Muhamadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Foto: Muhammmadiyah
[YOGYAKARTA, MASJIDUNA] — Dalam menentukan waktu awal Ramadan dan Syawal serta 10 Dzulhijah dengan metode hisab wujudul hilal ditopang oleh tiga alasan. Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nasir dalam acara Media Gathering di kantor PP Muhammadiyah, Yogakarta, Selasa (18/4/2023) kemarin.
Haedar menuturkan, metode hisab hakiki wujudul hilal digunakan dalam rangka menjawab keresahan umat tentang penentuan waktu-waktu penting ibadah umat Islam, yang berkorelasi dengan penjadwalan untuk aktivitas lain di luar ibadah khusus.
Karena itulah Muhammadiyah terus mendorong penggunaan metode hisab agar terus direalisasikan pada kalender Islam secara global. Dia berharap dengan kesepakatan waktu dalam kalender, keresahan-keresahan yang dihadapi umat Islam sekarang tidak terjadi kembali. Dengan demikian adanya kepastian penentuan waktu-waktu besar dalam kalender Islam.
Lantas, apa saja tiga faktor penopang tersebut?
Haedar menerangkan ketiga alasan penopang tersebut. Pertama, landasan teologis atau keagamaan yang berasal dari Al Qur’an maupun Hadis. Dalam Al Qur’an, tidak sedikit surat yang menerangkan tentang metode hisab untuk menentukan waktu, termasuk Hadis Nabi Muhammad Salallah Alaihi Wassalam.
Baca juga:
- Menakar Kepastian Metode Hisab
- Ketika Muhammadiyah-NU Duduk Bersama di Acara Isra Mi’raj
- Melihat Persamaan dan Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi
- Inilah Penyebab Orang Kaya Tapi Enggan Bersedekah
Kedua, sains. Menurutnya, agama Islam merupakan agama yang cinta pada ilmu. Wujud yang dipahami Muhammadiyah sebagaimana konsep wujud dengan prinsip keberadaan. Hilal sebagai benda langit amat dapat diamati melalui alat hasil atau produk ilmu pengetahuan.
“Bagi kami tidak bisa melihat dan tidak bisa tampak di hadapan kita belum tentu hilal itu tidak ada. Bagi kami konsepnya jauh lebih kuat jika konsepnya wujud atau ada,” ujarnya.
Ketiga, praksis atau kemudahan. Menurutnya dalam beragama Islam, Allah Subhanahu Watta Ala menghendaki kemudahan bukan kesusahan. Sementara kemudahan dimaksud oleh Muhammadiyah bukan yang pragmatis, tetapi kemudahan yang diberikan oleh agama. Muhammadiyah menurut Haedar memandang banyak kemudahan dari metode hisab.
Salah satu kemudahan yang didapatkan dari penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, menurut Haedar, umat akan lebih mudah menentukan rencana, karena penentuan waktu-waktu penting bagi umat Islam. Setidaknya dengan metode hisab dapat menghitung 50 sampai 100 tahun ke depan.
“Tapi kalau misalkan tunggu besok satu min H, itukan susah. Dan seperti hidup kita sehari-hari dalam bertransaksi dengan kalender yang kemudian menjadi pasti,” pungkasnya.
[AR]