Bagaimana Hukumnya Guru Menerima Zakat Fitrah?

Ilustrasi: freepik.com

[JAKARTA, MASJIDUNA]  — Memasuki hari-hari terakhir di bulan Ramadan, masyarakat muslim berbondong-bondong menunaikan zakat fitrah ke sejumlah pihak yang berhak menerimanya. Ada yang menyalurkan melalui masjid, mushola maupun komunitas keagamaan untuk kemudian disalurkan ke orang yang berhak menerima zakat fitrah.

Lantas bagaimana hukumnya bila guru menerima zakat fitrah, apakah diperbolehkan menurut syariat?.

Di dalam Al-Qur’an pada QS at Taubah ayat 60, dijelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima zakat. Terdapat 8 asnaf (pihak) yang dapat menerima penyaluran harta zakat fitrah. Allah berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ


Artinya: “Sesungguhnya zakat itu diperuntukkan bagi orang-orang fakir, orang miskin, pengelola zakat (amil), orang yang dibujuk hatinya (muallaf), dalam memerdekakan budak, orang yang memiliki utang, dan perjuangan di jalan Allah dan ibnu sabil. Demikianlah ketentuan dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.


Adapun 8 golongan yang berhak menerima zakat ialah fakir, miskin, petugas zakat, muallaf, budak, orang yang terlilit utang, fi sabilillah atau orang yang sedang dalam jalan Allah dan orang yang sedang dalam perjalanan jauh yang bukan maksiat.

Baca juga:


Sementara menurut sebagian ulama, seperti Imam Al-Qaffal dari kalangan ulama Syafiiyah, mengatakan bahwa memberikan zakat fitrah kepada para pelajar, penyampai kebenaran, seperti kiai dan guru ngaji, hukumnya adalah boleh meskipun mereka kaya. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk kebaikan sehingga mereka termasuk ‘sabilillah’ yang berhak menerima zakat.


Guru dalam asnaf zakat, masuk dalam kategori golongan fi sabilillah. Pasalnya, arti fi sabilillah tergolong luas, tidak hanya orang yang berperang di jalan Allah.  Penjelasan ini termaktub dalam kitab Jawahir Al-Bukhari berikut:

وَالسَّابِعُ سَبِيْلُ اللهِ تعالى وَهُوَ غَازٍ ذَكَرٌ مُتَطَوِّعٌ بِالْجِهَادِ فَيُعْطَى وَلَوْ غَنِيًّا إِعَانَةً لَهُ عَلىَ الْغَزْوِ. أَهْلُ سَبِيْلِ اللهِ الغُزَاةُ المُتَطَوِّعُوْنَ بِالْجِهَادِ وَاِنْ كَانُوْا أَغْنِيَاءَ. وَيَدْخُلُ فِي ذَلِكَ طَلَبَةُ الْعِلْمِ الشَّرْعِيِّ وَرُوَّادُ الْحَقِّ وَطُلَّابُ الْعَدْل وَمُقِيْمُوا الاِنْصَافِ وَالْوَعْظِ وَالْاِرْشَادِ وَنَاصِرُ الدِّيْنِ الحنيفِ

 
Ketujuh adalah orang yang berjuang di jalan Allah. Ia adalah laki-laki yang berperang dengan suka rela untuk berjihad. Maka ia diberi (zakat) meskipun ia kaya sebagai bantuan padanya atas perang. Sabilillah adalah orang-orang yang berperang dengan suka rela untuk berjihad meskipun mereka kaya.

 
Dan masuk dalam kategori sabilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus.

 
Sementara itu dalam kitab Syarh Al-Mukhtashar lil Al-Kharsyi Al-Maliki, disebutkan sebagai berikut:
 

يَجُوْزُ إِعْطَاءُ الزَّكَاةِ لِلْقَارِئِ وَالْعَالِمِ وَالْمُعَلِّمِ وَمَنْ فِيْهِ مَنْفَعَةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَلَوْ كَانُوْا اَغْنِيَاءَ لِعُمُوْمِ نَفْعِهِمْ وَلِبَقَاءِ الدِّيْنِ

 
Boleh memberikan zakat kepada para qari, orang alim, pelajar dan orang-orang yang bermanfaat kepada kaum muslimin, meskipun mereka kaya. Ini karena mereka sangat bermanfaat untuk eksisnya agama (Islam).”

والسابع سبيل الله تعالى وهو غاز ذكر متطوع بالجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف

 
yang ke tujuh sabilillaah ialah lelaki pejuang yang berperang dengan cuma-cuma demi agama allah, maka ia diberi meskipun ia kaya raya sebagai bantuan untuk biaya perangnya. “sabiilillah” ialah lelaki pejuang yang berperang dengan cuma-cuma demi agama allah meskipun ia kaya raya. dan masuk dalam kategori sabiilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus.” [ al-jawaahir al-bukhaari, iqna li assyarbiny, Jilid II,halaman 230].


Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa apabila kiai dan guru tingkat ekonominya masuk ke dalam kategori orang fakir atau miskin maka boleh menerima zakat sebagai orang fakir atau miskin. Sedangkan apabila tidak masuk ke dalam kategori orang fakir atau miskin maka bisa menerima zakat atas golongan fi sabilillah. Namun, sebaiknya menyalurkan zakat fitrah kepada fakir miskin apabila masih banyak masyarakat miskin yang lebih membutuhkan.

[AR/ Tim Layanan Syariah Bimas Islam]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *