(4) Ramadan di Sydney: Indahnya Taraweh di UMA Centre

Oleh: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen Universitas Prof Dr. Hamka (Uhamka) Jakarta/Pemerhati Sosial Keagamaan)

PADSTOW, SYDNEY — Malam-malam Ramadan adalah saat banyak orang berkumpul. Oleh karenanya, momen ibadah tarawih berjamaah juga menjadi kesempatan yang sangat baik untuk menguatkan pesan keagamaan. Apalagi yang hadir adalah ribuan jamaah. Ini sesuatu yang tidak disia-siakan oleh United Muslims Australia (UMA) dalam kegiatan tarawih di markasnya (UMA Centre) yang terletak di Padstow, suatu suburban di Canterbury-Bankstown, Sydney Raya.

Malam Kamis (13/4/24) jamaah memadati ruangan hall basket yang digunakan untuk lokasi tarawih. Maklum, ruangan masjid di UMA Centre tidak cukup untuk menampung jamaah tarawih yang mungkin lebih dari seribu orang. Ini hal biasa di tempat ini. Menurut Sheikh Shadi, pemimpin UMA, setiap hari orang yang beraktivitas di markas UMA bisa mencapai dua ribu orang — umumnya pemuda. Mereka tengah membangun masjid berkapasitas 5000 orang di lokasi yang sama.

Baca Juga: (3) Ramadan di Sydney: Tarawih 20 Rakaat di Masjid Condell Park

UMA adalah organisasi yang fokus membina anak-anak muda yang tumbuh besar di Australia. Di markas UMA tersedia berbagai sarana olahraga, ruang pelatihan, restoran dan tentunya ruang ibadah dan kelas-kelas. Malam ini terlihat bahwa jamaah memang didominasi anak muda dan keluarga muda. Imam dan penceramah juga masih terbilang muda (di bawah 50 tahun).

Di depan jamaah yang memenuhi ruangan, seorang penceramah mengetengahkan tema Palestina selama 12 menit. Tema Palestina memang masih terus hangat dan menjadi tema utama para ustadz UMA di berbagai kesempatan. Satu poin penting penceramah: untuk setiap anak Palestina yang terbunuh, dibutuhkan dana empat puluh ribu dollar. Pembantaian dapat terus terjadi karena uang. Banyak yang meraup untung dari adanya kekejaman perang.

Ceramah disampaikan setelah empat rakaat tarawih. Selesai ceramah baru tarawih dilanjutkan dengan empat rakaat berikutnya. Shalat tarawihnya sendiri dilangsungkan dengan salam tiap dua rakaat. Temponya sedang. Selesai al-Fatihah, imam membacakan juz 3, tapi hanya setengahnya. Rata-rata dua rakaatnya berlangsung 7 menit.

Di sini tidak ada bacaan zikir, doa ataupun tilawah yang dibacakan oleh imam atau bilal di sela tarawih. Langsung-langsung saja. Demikian pula selepas witir.

Baca Juga: (3) Ramadan Bersama Asmaul Husna: Al-‘Aliy

Witirnya sendiri dilangsungkan dalam tiga rakaat, dengan dua kali salam. Jadi formasinya: 2+2+2+2+2+1. Di rakaat pertama shalat witir imam membaca surah al-A’la (dari ayat Qad aflaha man tazakka), di witir kedua surah al-Kafirun, dan di rakaat terakhir surah al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Nas. Pada satu rakaat terakhir itu imam juga membacakan qunut, tepatnya saat berdiri iktidal sebelum sujud. Qunutnya cukup panjang dan sepertiga bagian akhirnya adalah doa untuk pejuang dan rakyat Palestina.

Tepat jam 10 malam selesailah rangkaian tarawih. Dari mulai isya hingga selesai witir persis 1 jam. Kali ini kami pulang 10:20. Pasalnya, dari keluar ruang shalat sampai keluar lokasi parkir kendaraan butuh 20 menit karena antrian.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *