Mengobati Kecemasan Hidup Menurut Imam Ghazali

[JAKARTA, MASJIDUNA]- Imam Ghazali, ulama dan tokoh sufi yang diberi gelar hujjatul Islam, itu banyak menulis buku yang menjadi rujukan umat Islam hingga saat ini.

Imam Ghazali yang hidup penuh gejolak di abad pertengahan, ketika kekuatan akal filsafat dipertentangkan dengan kaum taklid. Di sisi politik, juga terjadi pertentangan antara mereka yang mendukung sultan dan menentangnya, dan sama-sama menggunakan kitab fiqih bahkan al-quran sebagai pembenaran.

Baca juga: Resep dari Imam al Ghazali Menghalau Kemalasan dalam Beribadah

Imam Ghazali, yang bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi asy_syafii, justeru tidak terjebak dalam pertentangan kelompok-kelompok agama. Dia justeru menawarkan sisi lembut dan harmonis dari agama yaitu ketenangan batin atau jiwa.

Dalam karya masterpiece-nya, “Ihya Ulumuddin” dia membahas soal-soal agama, dari fiqih hingga tasawuf secara lengkap dan mencerahkan. Tidak heran karya tersebut menjadi perbincangan hingga detik ini.

Salah satu yang dia bahas adalah soal rasa cemas dan khawatir yang melanda manusia.

Baca juga: Imam Ghazali Lahir Ketika Banyak Kelompok Mengaku Paling Benar Ajarannya

Menurutnya, untuk mendiagnosis jiwa seseorang bisa dimulai dengan melihat keadaan jiwa seseorang.

Dikutip dari buku “Penyucian Jiwa dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali,” karya M. Solihin (penerbit Pustaka Setia, Bandung) disebutkan, penyakit jiwa dapat diamati dari gejala-gejala kelemahan jiwa seperti mudah ditaklukan oleh kelaparan, kehausan, kepanasan, kedinginan dan penderitaan.

Akibatnya jiwa diselimuti rasa cemas, khawatir, yang dalam psikologi disebut psikosomatis.

Kata Al-Ghazali ketaatan adalah obatnya, sementara kemaksiatan adalah racun, yang berpengaruh terhadap kalbu.

Al-Ghazali pun mengutip quran surat As-Syam ayat 9-10. “Maka beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya itu dan merugilah orang yang mengotorinya.”

Kata Al-Ghazali, tidak ada yang selamat kecuali yang diberi kalbu yang sehat oleh Allah. Sebagaimana kesehatan tubuh, tidak ada yang sehat kecuali yang diberi susunan tubuh yang seimbang.

Karena itu, jelaslah bahwa persoalan penyembuhan jiwa merupakan tanggungjawab masing-masing.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *