Tiga Cara Pandang Muhammadiyah Sikapi Pemilu 2024

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti. Foto: Muhammadiyah

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi ajang rutin lima tahunan yang digelar negara melalui perangkat yang diberikan amanah. Umat Islam sebagai salah satu entitas yang di dalamnya terdapat warga negara Indonesia memiliki hak memilih calon pemimpinya di ajang pemilihan presiden maupun calon wakil rakyatnya di parlemen mendatang. Lalu bagaimana menyikapi Pemilu 2024?.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti  mengatakan setidaknya terdapat tiga hal dalam menyikapi pemilu 2024. Pertama, sebagai aktualisasi keputusan Muktamar ke-48 tentang isu kebangsaan yang di dalamnya membahas isu penting di tingkat nasional. Salah satu yang menjadi keputusan adalah bagaimana Muhammadiyah mendorong demokrasi dan demokratisasi di Indonesia.

“Termasuk dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, dan suksesi kepemimpinan 2024,” ujarnya dalam Pengajian Umum dengan tema “Muhammadiyah dan Pemilu 2024”, Sabtu (27/1/2024) sebagaimana dikutip dari laman Muhammadiyah.

Mu’ti berpandangan, demokrasi yang telah berjalan di Indonesia sudah seperempat abad tidak menunjukkan peningkatan. Bahkan oleh beberapa peneliti baik di dalam maupun luar negeri, demokrasi di Indonesia terdapat perkembangan yang mengkhawatirkan.

Baca juga:

Indonesia pada awal reformasi mendapat apresiasi sebagai negara paling demokratis, dan proses transisi demokrasi yang sangat damai, yang peacefull dan tidak terjadi insiden kekerasan, dan sebagainya. Namun dalam perkembangannya justru terjadi proses declining demokrasi.

“Bahkan mungkin defisit demokrasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, Muhammadiyah mendorong demokrasi ke arah yang lebih substantif untuk membangun budaya demokrasi. Muhammadiyah sebagai organisasi yang konsisten menegakkan konstitusi sesuai dengan prinsip darul ahdi wasy syahadah berusaha mengajak semua pihak agar proses demokrasi – Pemilu 2024 dan dapat berjalan sesuai dengan konstitusi.

Kedua, Pemilu 2024 ini dalam pandangan Muhammadiyah tidak sekadar pergantian kekuasaan atau kepemimpinan semata. Melainkan proses untuk menunjukkan demokrasi yang bermartabat. Persoalan etik dan etika berdemokrasi menjadi sebuah keniscayaan soal bagaimana proses-proses itu senantiasa mengedepankan moralitas, keluhuran budi, berkeadaban tinggi demi mencapai kekuasaan, demi mencapai kemenangan.

“Tentu tidak seharusnya kita melakukan segala macam cara termasuk misalnya dengan cara yang melanggar konstitusi,” kata Abdul Mu’ti.

Ketiga, Pemilu 2024 dan pemilu-pemilu yang lain adalah bagian dari urusan muamalah duniawiyah. Karenanya, Abdul Mu’ti mengingatkan agar tidak dimasukkan ke dalam akidah dan juga wilayah ibadah khusus. Dia menyarankan agar menyikapi pemilu dengan biasa-biasa saja, sebagai agenda lima tahunan. Karena itu, warga persyarikatan Muhamamdiyah diberikan wewenang untuk menentukan pilihan secara individual.

Dalam memilih pemimpin dari sisi kualitas, Abdul Mu’ti menyarankan untuk menggunakan metode yang ada dalam Ilmu Hadis yaitu al jahr wa ta’dil. Sementara untuk melihat dari sisi program-program yang ditawarkan dengan menggunakan metode Tarjih Muhammadiyah, yaitu saling membandingkan antara satu dengan lain.

“Karena itulah kita perlu menunjukkan kedewasaan dalam menyikapi demokrasi itu. Kedewasaan itu kita tandai dengan sikap kita yang arif dan bijaksana dalam menilai, dan menentukan pilihan. Tentu dengan pilihan-pilihan yang rasional dan objektif, kemudian menghormati mereka yang berbeda pilihan,” pungkasnya.

[AR/Muhammadiyah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *