Perbedaan Adalah Kesemestian (Merayakan Kebebasan)


Ilustrasi: lirboyo.net

Oleh: Noryamin Aini (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

PERBEDAAN adalah fitrah, keniscayaan sosial dan alam. Ia dijamin dan dilindungi oleh Allah dalam al-Quran (QS. 8:118). Sebaliknya, hal yang terburuk adalah sikap enggan menerima perbedaan (QS. 47:24). Karenanya, mengingkari, terutama, membenci perbedaan adalah anti takdir Tuhan, suatu keniscayaan.

Secara psikologis, egosentrisme, dan perasaan paling benar adalah rintangan utama untuk melewati dan “menyetubuhi” (menyelam sambil menyatu, atau embedded) rasa dan gerak hati di sensasi cita bahagia perbedaan. Egosentrisme bahkan menjadi mesin penghancur, dan liang lahad penelan realitas perbedaan.

Bagi banyak pribadi yang otoriter dan arogan, kelapangan jiwa untuk rela menerima perbedaan adalah ibarat petualangan mendaki tebing terjal yang tanpa pegangan, dan tanpa pedal injakan (undakan) untuk menapaki lika-liku tantangan. Akhirnya, banyak orang terpeleset, jatuh terpuruk hina saat diuji dengan perbedaan. Dengan dan dalam ujian, kinerja kemuliaan kita akan teruji untuk menuju kesempurnaan.

Sahabat!
Perbedaan adalah fakta dan realitas keseharian. Suka atau tidak, kita harus selalu terekspose pada keragaman. Maju-mundur, bergerak ke samping untuk menepi, atau ke atas dan ke bawah dengan niat menghindari keragaman, kita akhirnya disibukkan dengan absurditas pilihan.

Satu-satunya cara yang elegan dalam menyikapi keragaman adalah berdamai, secara psikologis dan sosial, dengan kesemestian perbedaan. Karenanya, kalau kita sulit berdamai dengan orang lain karena perbedaan agama, suku, status sosial, aliran pemikiran-keilmuan, orientasi seksual, pilihan partai politik, atau opsi pribadi lainnya, maka, cobalah kita mempertimbangkan kesamaan status kemanusiaan untuk menjadi perekat kebersamaan dalam perbedaan.

BACA JUGA:

Belajar dari Doa Iblis yang Dikabulkan (Kisah Hikmah di Qalbu yang Legowo dan Berisik)

Saat Harus Memilih: Kotor atau Bersih?

Dalam perbedaan pasti ada kesamaan. Sebagai manusia, kita sama-sama, dan bersama, menghendaki kedamaian dan kebahagiaan. Rasa kesamaan dalam sifat dasar kemanusiaan itu adalah entitas moral untuk meretas perbedaan.

Kita adalah satu, walaupun berbeda dan tampilan dan pilihan. Perbedaan memang sering menyekat, bahkan mengurung kita di bilik-bilik spirit eksklusif yang anti kebersamaan.

Sahabat!
Aku, kamu, dia, dan mereka, sejatinya, adalah kita dalam wujud lain yang diikat dalam etos persaudaraan ruhiah dan moral. Dalam pusaran gemuruh ruh persaudaraan, senangku, ceriamu, harapan dan duka mereka, adalah rasa pelebur perbedaan. Hal ini akan mewujud saat kita tidak lagi melihat orang lain sebagai sosok terpisah dari kedirian kita; saat kita tidak lagi menilai kehadiran dan eksistensi orang lain sebagai saingan, terutama bukan musuh dan ancaman. Kamu, dia, dan mereka adalah mitra untuk menggapai bersamaan cita-cita luhur kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Alangkah indahnya hidup ini dalam spirit dan realitas perbedaan. Bukankah dalam seni musikal, elemen perbedaan akan saling meningkahi unsur lain untuk menciptakan suara dan getar resonan orkestra audio dan visual yang merdu dan indah. Maka, jangan pernah kita menjadikan perbedaan pilihan untuk menyalahkan, terutama memusuhi orang yang berbeda pilihan dengan kita.

Dalam perbedaan, kita harus memilih. Bukankah (?) hidup ini penuh dengan ikhtiar. Namun harus diingat bahwa dalam bahasa Arab, ikhtiar bermakna memilih sebagai hulu kebebasan. Ia adalah dasar moral pertanggunjawaban.

Selamat merayakan kebebasan memilih dan menghargai pilihan orang lain. Biarkanlah orang lain berbeda pilihan, sejauh pilihan itu hanya berdimensi personal, dan tidak berefek publik pada orang lain.

Biarlah aku, kamu, dia dan mereka berbeda dalam pilihan, karena moralitas pertanggungjawaban terhadap tindakan terletak pada kebebasan memilih.

Yuk belajar memupuk, dan memperluas ruang bersama di qalbu kita untuk rela dan berkenan menyimak dan merenung perbedaan. Etika pilihan akan tetap abadi menjadi tolok ukur kedewasaan dalam perbedaan.

Allah maha berkehendak dan maha tahu kebenaran dan kebaikan dalam bingkai perbedaan.

[RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *