Foto: istockphoto.com
Oleh: Noryamin Aini (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Ini sepertinya sepenggal renungan unik, atau bahkan lebay. Tetapi ia adalah jalan aneh di jalur hikmah alternatif. Kalian pasti penasaran dengan sensasinya. Ini tuturannya.
Sahabat!
Mungkin, saya, kalian, kita pernah, atau bahkan sering, galau, berisik, protes. Itu terjadi karena kita merasa rangkaian doa sering tidak dikabulkan, minimal untuk momen dan pada rentang waktu tertentu. Aneh! Padahal, kita sering merasa diri sudah saleh-suci dengan catatan panjang kebaikan, juga telah berdoa mengikuti prosedur SNI (standar normatif Islam) ala banyak tuntunan populer.
Kata banyak ustadz, doa orang saleh akan selalu dikabulkan Allah. Apalagi, jika doa itu keluar dari getar qablu yang terdalam dan tulus-ikhlas. Sedih. Faktanya, banyak doa yang tidak dikbulkan. Minta ini-itu, ternyata, isi doa tidak dikabulkan. Semuanya pepesan kosong, zonk. Minta kekayaan, eeh nasib hidup ternyat tragis, mengenaskan. Minta sukses, endingnya justru gagal. Inilah fakta jalan takdir.
Unik! Berikut pelajaran dari kisah konyol tentang kabulnya suatu doa. Kalian tahu? Iblis sekali bermohon, doanya langsung dikabulkan oleh Allah. Padahal, ia adalah makhluk pembangkang terbesar terhadap keagungan Allah swt.
Dalam sebuah lakon drama perennial, saat disuruh Allah untuk “sujud hormat” kepada Adam, Iblis menolak. Penolakan ini membuat Allah murka dan melaknat Iblis. Laknat Allah akhirnya membuat Iblis terusir dari surga, yaitu singgasana empuk dan mewah yang telah Iblis nikmati sebagai pemimpin para malaikat.
Subhanallah! Iblis, dengan qalbu legowo, tanpa keberatan, tidak berisik menerima vonis pengusirannya dari surga. Iblis kalem menyikapi laknat Allah, karena ia sungguh menyadari sepenuh hati, dan konsekuen terhadap segala akibat opsi bebas di spirit teologis dan, ekspresi aksional pembangkangannya.
Sahabat!
Kata orang bijak “seburuk apapun ilustrasi peristiwa, di dalamnya selalu ada hikmah bagi jiwa yang merenung.” Di kisah Iblis juga ada pelajaran menarik di jalan hikmah. Kisah ketenangan Iblis menerima vonis bersalah menarik untuk diteladani, tetapi tentu tidak untuk sikap pembangkangan dan arogansinya.
Iblis bersikap santun, tenang menerima vonis Allah. Ia tidak bereaksi emosional seperti gaya dan sikap temperamental banyak terpidana yang ngamuk di pengadilan setelah dihukum bersalah. Iblis mengajarkan kita untuk legowo menerima segala akibat dari opsi aksi teologis dan sosial.
Secara teologis, kita adalah makhluk yang dianugerahi kebebasan memilih. Betul! Tetapi, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Iblis, nampaknya, siap dan ikhlas menerima hukuman Allah, walaupun vonis tersebut membuat hidupnya tercampak dari glamour surga. Ini kisah mahal dan unik yang sering terabaikan untuk disimak.
Kisah pembangkangan dan doa Iblis di atas didokumentasikan dalam narasi al-Quran. Coba cermati dialog Allah dengan Iblis dalam skenario penciptaan manusia yang berujung pada pengusiran Iblis dari surga.
QS surat al-‘A’raf 11-15 mengabadikan dialog renungan di atas. Di ayat 11, Allah berkalam tentang penciptaan manusia. Karena manusia memiliki keunggulan yang melebihi kapasitas teologis dan ruhiah Iblis, wajar saja jika Allah meminta Iblis untuk sujud pada manusia (Adam).
Astaghfirullah! Iblis membangkang perintah Allah, Tuhan yang menciptakannya. Dengan sombongnya, Iblis membangkang perintah Allah untuk sujud pada Adam.
Sesuai skenario-Nya, Allah ternyata “kepo” (ingin tahu) alasan pembangkangan Iblis. Ini alasan pembangkangan tersebut. Dengan keras hati, Iblis “belagu,” merasa lebih hebat daripada Adam, padahal Allah sebagai sang Pencipta keduanya (Iblis dan Iblis) mengerti aspek kelebihan masing-masing.
Sahabat!
Walaupun murka, Allah tidak marah berkelanjutan pada Iblis. Tidak ada debat kusir antara Allah dan Iblis. Indah! Allah, dengan profil Rahmān dan Rahīm-Nya, nampak tetap ramah menghadapi sosok makhluk yang super arogan.
Ya, sikap ramah-kasih Allah berbeda sekali dengan sikap pejabat-penguasa kekinian yang otoriter kalau perintahnya dibantah. Penguasa-pejabat yang arogan terbiasa murka, dan dengan tuturan sumpah-serapah jika perintahnya tidak ditaati.
Ini adalah contoh kelembutan dan keramahan yang harus kita camkan. Mā shā Allāh, di saat posisi jabatan-status sosial-keagamaan kita ditentang atau bahkan dibangkang lawan, bahkan oleh bawahan, akal sehat dan kesantunan qalbu sering terusik benci. Sejatinya, rasa benci tidak boleh merampas empati, kelembutan dan kasih-sayang dari qalbu kita walaupun di kasus yang super menyakitkan.
Dalam kemurkaan-Nya pada Iblis yang “tidak tahu” diri, Allah tetap menawarkan kado istimewa padanya. Allah memberi satu tawaran permohonan pada Iblis. Dalam doanya, Iblis meminta agar umurnya ditangguhkan sampai hari Kiamat.
Wow. Tanpa somasi, dan tanpa ketentuan dan syarat sepihak, Allah dengan kasih-Nya mengabulkan doa Iblis (QS. al-‘A’raf 14-15). Coba kita belajar kisah doa (permintaan) Iblis sepanjang kisah surgawi! Apakah ada permintaan Iblis yang tidak dikabulkan Allah? Jawabannya “tidak ada.” Ajaib.
Narasi kisah kabulnya doa Iblis menarik untuk dicermati. Kisah ilustratif primordial ini semakin menarik untuk direnungkan ketika doa-doa kita, dirasa, sering tidak diterima Allah.
Sahabat!
Kok doa sosok laknat sekelas Iblis yang dimurkai Allah bisa ditabulkan? Nampaknya, ada rahasia hikmah di balik kisah ini. Mungkin kalian setuju dengan beberapa butir renungan berikut.
1) Nampaknya, perkenan Allah terhadap doa Iblis karena ia dimohonkan dari qalbu yang tulus dan keukeuh. Iblis serius, dan tidak berdoa setengah hati. Iblis super full dengan kekayakinan bahwa doanya akan dikabulkan. Apakah setiap berdoa, qalbu kita juga membisikkan keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doa kita?
2) Kabul Allah terhadap doa Iblis juga tidak bisa dipisahkan dari fakta di ‘arasy surga tentang kisah Iblis yang setia dan istiqomah menjaga kesucian diri. Tidak ada kisah langit bahwa Iblis pernah mengonsumsi sesuatu yang terlarang, haram. Ribuan tahun Iblis menjaga kesucian ini, dan taat dalam memuja Allah.
Ingatlah, dan relevan dengan kisah Iblis di atas, baginda Nabi saw pernah menegaskan bahwa salah satu penolakan terhadap doa adalah kekotoran lembaran hidup di jalan keserakahan dan kehinaan. Bagaimana doa seseorang akan terkabul, ketika makan dan minumannya berbahan haram; dan pakaiannya berbahan dan didapatkan dengan cara yang haram [HR. Muslim, No. 1015]. Dia hidup dan tumbuh besar dari konsumsi hal-hal yang haram. Perutnya tidak jarang kenyang, membuncit dengan makanan haram, minimal syubhat. Allāhu akbar.
Kita sadar atau tidak bahwa banyak hal, dalam hidup ini, kita dapatkan dengan prosedur, proses, dan usaha terlarang. Coba kita simak rekam jejak noda kotor dan dosa di lembaran hidup kita untuk mengulik alasan doa kita sering tidak dikabulkan. Ini sebagian alasannya.
(1) Saat kita menatap area dapur, ternyata makanan harian kita diolah, dimasak dengan bahan bakar gas 3 kg, milik orang miskin. Padahal, kita bukan orang miskin. Kalau ilustrasi ini benar, kita sejatinya orang kaya yang merasa miskin, minimal miskin muruah aura “kemaluan.”
(2) Saat mengisi bahan bakar kendaraan, ya Allah, mobil kita diisi dengan bahan bakar bersubsidi yang bukan hak kita.
(3) Saat membeli jualan orang miskin, kita tidak jarang memaksakan harga tawar sepihak pada mereka yang posisi tawarnya tersandera di titik nadir relasi kuasa. Keadaan membuat mereka terpaksa melepas dagangan di bawah limit harga normal. Di sisi lain, kita sering tidak merasa bersalah terhadap transaksi miring seperti ini.
Akhirnya, kita perlu belajar dari psikologi sayyidina Ali bin Abu Thalib ketika berdoa. Dalam sebuah riwayat dikisahkan getar qalbu Ali di lintasan doa. Isi ringkasnya kurang lebih seperti ini.
“Ya Allah jika apa-apa yang kuminta belum dikabulkan, Engkau tetap Tuhanku, penolongku, tempat aku memohon kebaikan, dan meminta perlindungan. Dalam kondisi apapun terhadap doaku, aku akan tetap bersyukur, walaupun permintaanku belum Engkau kabulkan. Semua itu pasti menjadi karunia yang terbaik bagiku dalam getar qalbu yang penuh penghambaan. Karenanya, jika belum terkabul, aku akan tetap bersyukur, sembari mencari hikmah di balik rahasia doa yang nampaknya belum terkabul.” Ya Allah, apakah dalam takdir-Mu di irisan nasib doaku yang terkabul, qalbuku ini tetap tenang dan tidak berisik menuduh-Mu tidak adil padaku. Engkau tetap harapanku, dan ridho-Mu terus kuburu sampai di ujung nafasku.
Pamulang, 19 Juli 2023
Selamat Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1445 H
[RAN]
One thought on “Belajar dari Doa Iblis yang Dikabulkan (Kisah Hikmah di Qalbu yang Legowo dan Berisik)”