Salahuddin Al Ayyubi, Panglima Perang yang Menyukai Perdamaian

[JAKARTA, MASJIDUNA]- Nama panglima perang di era Perang Salib, Salahuddin al Ayyubi, sudah melegenda di kalangan masyarakat Islam di dunia. Dialah yang membebaskan Yerusalem (Baitulmaqdis) hingga Mesir dari tangan tentara salib.

Meski garang di medan perang, namun Salahuddin sebenarnya bukan orang yang ambisius dalam peperangan. Ensiklopedia Islam Jilid 4 terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve (cetakan ke 5 1999) menuliskan, “Ia bukanlah jenderal yang tamak, haus kekayaan dan haus darah,” tulisnya. Perang hanya dilakukan sebagai pembelaan dan pertahanan agama.

Baca Juga: Kisah Salahuddin dan Adab Islam Terhadap Orang Sakit

Hal itu tergambar dari berbagai perjanjian damai yang berulang-ulang baik dengan kaum assasin yang mencoba menggangu keamana dalam negeri maupun dengan kaum salib yang dipimpin raja-raja Eropa. Bahkan ketika mengunjungi Iskandariah ia mengunjungi orang-orang Kristen dan setelah perdamaian tercapai dengan pasukan salib, ia mengizinkan mereka berziarah ke Yerusalem.

Namun Salahuddin tidak menyenangi pasukan salib yang sudah menjadi kekuatan militer dan politik yang bertujuan meruntuhkan kekuasaan Islam dan merampas hak-hak kaum Muslimin yang sudah diperolehnya selama berabad-abad.

Sikap menyenangi perdamaian dan toleransi terhadap yang berbeda keyakinan, bermula sejak masih kanak-kanak. Salahuddin yang bernama lengkap Salahuddin Yusuf al Ayyubi, yang sudah menyenangi ilmu kalam, fiqih, al Quran dan hadits. Ia senang berdiskusi tentang ilmu-ilmu tersebut tanpa menjatuhkan atau mencaci maki yang berbeda.

Baca Juga: Di Tengah Serangan Israel, Ribuan Warga Palestina Salat Id di Masjid Al Aqsa

Salahuddin lahir di Takrit, Irak 532 hijriah atau 1138 Masehi. Ayahnya, Najmuddin bin Ayyub adalah keturunan suku Kurdi yang berasal dari Azerbaijan.

Karir Salahuddin dimulai sejak masuk ke dalam pasukan bersama pamannya, Asaduddin Syirkuh, yang mendapat tugas dari Nuruddin Zangi (Gubernur Suriah) untuk membantu dinasti Fatimiah mengembalikan kekuasaannya.

Sejak itu karirnya di militer terus menanjak hingga khalifah Asaduddin Syrikuh memberikan kepercayaan sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik an Nasir (25 Jumadilakhir 564/26 Maret 1169).

Setelah itu, Salahuddin bnanyak membebaskan berbagai wilayah seperti Mesir, Yaman, Tripoli, Palestina, Suriah bagian tengah hingga negara-negara Magrib ( Afrika Utara). Sejak itulah dia dikenal sebagai “Sultanul Islam wal Muslimin”.

Salahuddin meninggal di Damaskus pada bulan Safar bertepatan dengan Februari 1193. Dia meninggal dalam usia 57 tahun setelah memerintah selama 25 tahun. Dia tidak meninggalkan harta saat meninggal kecuali beberapa dirham dan dinar.

(IMF/sumber foto: Bincangsyariah.com)

One thought on “Salahuddin Al Ayyubi, Panglima Perang yang Menyukai Perdamaian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *