Begini Tipologi Pesantren di Indonesia

[SEMARANG, MASJIDUNA] — Lahirnya suatu model pendidikan keagamaan yang berkembang pada masanya sangat dipengaruhi oleh kontek sosial politik. Kelahiran model pendidikan pesantren misalnya sangat dipengaruhi oleh kontek sosial politik pada waktu itu. Pesantren lahir dari suatu proses akomodasi kultural antara menjaga warisan tradisi pendidikan yang sudah ada dengan tradisi keagamaan yang baru.

Demikian disampaikan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN)  Syarif Hidayatullah, Jamhari Makruf dalam seminar Pra-Muktamar 48 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Semarang , Sabtu (14/3).

Di hadapan ratusan peserta seminar, Jamhari menyebutkan ada beberapa studi membuat tipologi pesantren di Indonesia. Pertama, Pesantren Nahdlatul Ulama  (NU)  -yang berafiliasi dengan faham dan ritual keagamaan NU). Pesantren NU ini bisa dikatakan sebagai pesantren yang paling banyak jumlahnya.

Kedua, Pesantren Muhammadiyah, Pesantren yang didirikan oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang mengembangkan pemikiran yang sejalan dengan pandangan perserikatan Muhammadiyah. Ketiga, Pesantren KMI Gontor. Pesantren Darus Salam di Gontor Ponorogo, yang kemudian lebih dikenal orang dengan Pesantren Gontor, menggunakan system yang disebut Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah, Sekolah Guru Islam.

Keempat, Pesantren Hidayatullah. Pesantren Hidayatullah bermula dari sebuah Pesantren di Balik Papan Kalimantan Timur, kini berkembang sangat pesat. Bermula dari sekolahan saja, kini Hidayatullah menjadi Organisasi kemasyarakatan yang kini telah mengembangkan usahanya dalam berbagai bidang.

Kelima, Pesantren Independent.  Pesantren Independen adalah pesantren yang tidak berafiliasi ke dalam 4 kategori diatas (NU, Muhammadiyah, Gontor,dan Hidayatullah). Termasuk dalam kategori Pesantren independen ini adalah pesantren yang berkembang hanya di daerah tertentu saja.

Wakil Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini menambahkan bahwa pengembangan pendidikan pesantren Muhammadiyah perlu beorientasi ke masa depan, melihat kebutuhan riil masyarakat (berkemajuan). Pesantren pun harus membantu masyarakat  bertransformasi ke situasi sosial, ekonomi, politik dan keagamaan yang lebih baik.

“Pesantren perlu melakukan lompatan kedepan yang melampaui zaman. Pesantren berkemajuan adalah pesantren yang mempunyai visi kedepan. Tantangan industry 4.0 dan bahkan 7.0 harus sudah menjadi pemikiran para pengembang pesantren sekarang,” pungkasnya.

[Sumber: Muhammadiyah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *