Penerbitan Sertifikasi Halal Menjadi Kewenangan Kemenag

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Tarik menarik perihal siapa yang berhak menerbitkan sertifikasi halal terjawab sudah. Merujuk pada ketentuan UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan produk Halal, makal yang berwenang menerbitkan sertifikasi halal adalah Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).

Demikian disampaikan Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Sukoso melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/12) kemarin.

“Sesuai amanat UU 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pasal 6, salah satu dari 10 kewenangan BPJPH adalah mengeluarkan dan mencabut sertifikasi halal dan label halal pada produk,” ujarnya.

Memang sebelum terbit UU 33/2014, pihak yang berwenang menerbitkan sertifikasi halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun dalam UU 33/2014, BPJPH diberikan kewenangan menerbitkan sertifikasi halal sebagaimana tertuang dalam Pasal 6. Pasal 6 huruf c menyebutkan, “Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang:.. c.menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;”.

Sukoso mengatakan kewenangan MUI diatur dalam Pasal 10. Pasal 10 ayat (2) menyebutkan, “Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikeluarkan MUI dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk”.

Dia bilang, kewenangan sertifikasi halal sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 26 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Setidaknya terdapat tiga pihak yang berperan dalam layanan sertifikasi halal. Yakni BPJPH, MUI dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Sementara LPPOM MUI hanyalah salah satu dari LPH.

Menurutnya, layanan sertifikasi halal mencakup pengajuan permohonan sertifikasi halal, pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk. Kemudian pengkajian ilmiah terhadap hasil pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pelaksanaan sidang fatwa halal, dan penerbitan sertifikasi halal. 

Nah BPJPH sejatinya berwenang dalam pengajuan permohonan dan penerbitan sertifikasi halal. Sedangkan  MUI berwenang dalam pelaksanaan fatwa halal. Sementara LPH berwenang dalam pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk.

Sayangnya, hingga kini belum ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tarif Layanan Sertifikasi Halal. Karena itulah Kemenag masih mempergunakan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 982 tentang Layanan Sertifikasi Halal.

[GZL/Foto:NUonline]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *