Tiga Poin Pengembangan Industri Keuangan Syariah

[YOGYAKARTA, MASJIDUNA] —  Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan kehadiran Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) dapat menjadi rujukan bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor industri syariah Indonsia. Begitu pula industri halal lainnya dalam menjalankan program yang mendukung pengembangan industri keuangan syariah.

Menurutnya sebagai implementasi masterplan itu, setidaknya terdapat tiga poin penting yang perlu dijadikan arah dalam pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia. “Ada tiga hal utama yang perlu dilkaukan sebagai arah pengembangan industri keuangan syariah,” ujarnya dalam  Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019 yang diselenggarakan di Yogyakarta, Selasa (14/10), sebagaimana dalam keterangan tertulis.

Pertama, penguatan lembaga keuangan syariah. Antara lain melalui peningkatan modal usaha dan Sumber Daya Manusia (SDM). Kemudian, penguatan informasi, variasi produk, pemanfaatan teknologi dalam proses bisnis, serta penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang baik.

Kedua, menciptakan demand keuangan syariah yang sustainable. Yakni elalui peningkatan literasi dan inklusi masyarakat terhadap industri keuangan syariah, yang saat ini dirasakan masih kurang. Ketiga, membentuk ekosistem keuangan syariah, melalui sinergi dan kolaborasi di antara pelaku jasa keuangan syariah di berbagai sektor, dengan pelaku industri halal di sektor riil.

Berdasarkan catatan, kata Hoesen, per Juli 2019 total  aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp1.359 triliun. Bahkan  telah berkontribusi sebesar 8,71% dari total aset industri keuangan nasional. Nah dari total aset industri keuangan syariah tersebut, pasar modal syariah berkontribusi paling besar. Yakni sebesar 56,2%, disusul perbankan syariah sebesar 36,3% dan industri keuangan non bank syariah sebesar 7,5%.

Sektor perbankan, lebih awal berkembang. Setidaknya saat ini memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 UUS dan 165 BPRS. Total aset perbankan syariah per Juli 2019 telah mencapai Rp494,04 triliun atau 5,87% dari total aset perbankan Indonesia. Sedangkan sektor pasar modal syariah, per 20 September 2019, jumlah saham syariah mencapai 425 saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp3.834 triliun atau sebesar 53,6% dari seluruh saham yang tercatat di pasar modal.

Sementara jumlah outstanding Sukuk korporasi dan sukuk negara telah mencapai 211 sukuk dengan nilai Rp737,49 triliun atau sebesar 14,89% dari total nilai outstanding surat utang korporasi dan negara. Selain itu, saat ini terdapat 266 Reksa Dana Syariah dengan total Nilai Aktiva Bersih mencapai Rp55,99 triliun atau 10,16% dari total NAB Reksa Dana.

Adapun untuk Industri Keuangan Non Bank, per Juli 2019 terdapat 200 perusahaan yang menyelenggarakan usaha berdasarkan prinsip syariah baik berbentuk full fledge maupun unit usaha syariah baik itu perusahaan asuransi dan reasuransi syariah, lembaga pembiayaan syariah, modal ventura syariah, penjaminan syariah, pergadaian syariah, lembaga mikro syariah maupun financial teknologi syariah.

“Total aset di industri keuangan non bank syariah mencapai Rp101,87 triliun atau 4,27% dari total aset di industri keuangan non bank Indonesia,” pungkasnya.

[KZL/ Foto: duniahalal.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *