Kisah Abah Anom, Ulama Pasundan yang Banyak Didatangi Pencari Kedamaian

almarhum Abah Anom (sumber: LTDQN Suryalaya)

[JAKARTA, MASJIDUNA]– Nama Abah Anom, dikenal oleh umat Islam di Jawa Barat sebagai pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. Pondok ini dikenal sebagai tempat untuk menyembuhkan orang-orang yang ketergantungan pada narkoba. Namun sebenarnya, pondok ini juga banyak didatangi oleh mereka yang merindukan kedamaian dan mencari ketenangan karena gempuran masalah dalam kehidupan.

Abah Anom adalah panggilan dari KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin yang dilahirkan di Suryalaya, Tasikmalaya, 1 Januari 1915. Selama hidupnya, Abah Anom bukan sekadar ulama biasa. Ia adalah pejuang saat masa revolusi, sekaligus mursyid tarekat. Muridnya tersebar di pelbagai penjuru tanah air, termasuk pesohor Abdel Achrian atau Cing Abdel.

Baca Juga: Sedekah Menjaga Seseorang dari Marabahaya

Dikisahkan dalam buku “Pangersa Abah Anom: Wali Fenomenal Abad 21 dan Ajarannya” (Noura Books, 2013) karya Asep Salahudin, Abah Anom adalah fenomena di jagat spiritual nusantara.

“Sebagai mursyid tarekat dan sekaligus ulama sepuh tempat berteduh jiwa-jiwa yang resah, ia jadi tempat bernaung mereka yang kerap tersekap di Lorong gelap masalah serta merindukan jawaban dan jalan keluar,” tulis Asep Salahudin di halaman 46 karyanya.

Betapa tidak, hampir tiap hari, Pondok Suralaya di Tasikmalaya, tempat ia mengabdikan hidupnya, senantiasa didatangi (Sowan) pelbagai orang untuk meminta nasihat, mengadukan masalah mereka atau sekadar mencari berkah.

Perjalanan mencari ilmu agama dan tarekat memang sudah dijalani sejak usia belia.
Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacam Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya.

Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Ia belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur.

Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, ia melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Mama Ajengan Ahmad Syathibi.

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren.

Baca Juga: Harlah ke-95, NU Pringsewu Buka Klinik Kesehatan

Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai ilmu keislaman saat berumur 18 tahun. Didukung ketertarikan pada dunia pesantren, ayahnya yang sesepuh TQN (Thariqoh Qadariah Naqsabandiyah) mengajarinya zikir tarekat. Sehingga ia menjadi wakil “talqin” Abah Sepuh pada usia relatif muda. Sejak itulah, ia lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.

Abah Anom meninggal dunia pada 5 September 2011 dalam usia 96 tahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *