Mengenal Hypostyle, Arsitektur Masjid yang Disebut Peninggalan Peradaban Islam

Masjid Al Qarawiyyin, Maroko (Sumber : iStock)

[JAKARTA, MASJIDUNA]– Arsitektur masjid di dunia Islam tidak selalu mengacu pada satu peradaban (Arab). Beberapa bahkan memadukannya dengan arsitektur lokal seperti masjid-masjid yang bertebaran di Nusantara.

Namun di awal perkembangan Agama Islam, diyakini ada satu model yang dianggap mewakili peradaban Timur Tengah dan tetap bertahan hingga sekarang yaitu Hypostyle. Arsitektur jenis ini ditandai dengan kolom dan masjid berbentuk segi panjang.

Baca Juga: Bagaimana Hukumnya Shalat Jumat di Tangga Masjid?

Anisa, peneliti pada rumpun keilmuan teori, sejarah, dan kritik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta menjelaskan dalam kegiatan serial diskusi Arsitektur Peradaban Islam, Sabtu (26/8), peserta membahas tentang arsitektur bentuk massa masjid dengan menampilkan beberapa contoh masjid. Diskusi ini diselenggarakan Program Studi Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta dan diikuti sejumlah Mahasiswa dan Alumni UMJ.

Masjid Kairouan dan Masjid Qarawiyyin, merupakan masjid bersejarah yang dibahas dalam satu sesi diskusi. Pembahasan difokuskan pada bentuk dan denah bangunan. Masjid Kairouan, sebagai penanda sejarah ditaklukkannya Tunisia memiliki denah bergaya hypostyle.

“Denah hypostyle ditandai dengan adanya sahn yang dikelilingi iwan. Sedangkan iwan yang berada di arah kiblat disebut juga dengan haram, atau ruang sholat utama,” ujar Anisa.

Masjdi Kairouan dibangun ketika Uqbah bin Nafi’ menaklukkan Kairouan pada tahun 670 M kemudian membangun masjid Uqba. Masjid ini sekarang dikenal sebagai masjid Kairouan.

Bentuk yang sama, kata Anisa, juga didapati pada Masjid Qarawiyyin, Maroko yang didirikan pada 859 M. Masjid ini juga mempunyai pola denah hypostyle, memiliki halaman terbuka di tengah.

“Halaman ini dikelilingi dengan ruangan bernama iwan,” ujarnya.
Baca Juga : Melihat Makna Masjid Secara Luas

Lebih lanjut Anisa menjelaskan, bahwa pola yang sama juga ditemui pada Masjid Agung Cordoba, Spanyol. Masjid Agung Cordoba dibangun pada tahun 785 M, walaupun saat ini sudah tidak digunakan sebagai masjid, namun dari segi sejarah masih dapat dipelajari. Secara arsitektural, keberadaan ruang terbuka di tengah mendukung penghawaan alami pada bangunan. Masjid yang terdapat sahn di dalamnya memiliki potensi diletakkan banyak bukaan dan sistem cross ventilation atau pengudaraan silang pada setiap sisi masjid.

“Selain itu, sahn dapat dimanfaatkan sebagai tempat salat apabila haram (tempat salat utama) tidak mencukupi untuk menampung jamaah,” ujarnya.

Anisa juga mengatakan, bahwa hypostyle merupakan bentuk denah yang banyak digunakan pada masjid. Sehingga pada beberapa daerah ini menjadi tipologi denah masjid.

“Namun hypostyle bukan satu-satunya bentuk denah yang digunakan, karena ada masjid peninggalan peradaban Islam tidak ber-denah hypostyle,” ungkapnya.

Anisa menambahkan, bahwa hypostyle banyak digunakan di jazirah arab dan sekitarnya. Seperti masjid-masjid yang berada di Mesir. Karena secara georafis dekat dengan jazirah arab. Hypostyle juga banyak digunakan sebagai bentuk denah masjid yang mendapat pengaruh dari Arab. Seperti pada contoh Masjid Uqba/Kairouan yang dibangun oleh Uqbah bin nafi’.

“Pola hypostyle ini berkembang pada masa Daulah Umayyah dan Abbasiyah sering juga disebut dengan pola Arab. Sisi bangunan yang berbatasan dengan sahn/halaman tengah dibuat bentuk melengkung dan deretan kolom,” pungkasnya.

One thought on “Mengenal Hypostyle, Arsitektur Masjid yang Disebut Peninggalan Peradaban Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *