Sampul buku Haji Masagung (sumber: perpusnas)
[JAKARTA, MASJIDUNA]– Toko buku Gunung Agung menutup seluruh outletnya di seluruh Indonesia. Padahal toko buku yang sudah berdiri sejak 1953 itu, merupakan saksi perjuangan seorang Tiongho yang mencintai tanah air dan agamanya, Islam.
“Keputusan ini (Toko Buku Gunung Agung tutup) harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar,” kata manajemen PT Gunung Agung Tiga Belas dalam keterangan resminya, Minggu (21/5/2023).
Baca Juga:Kemenag Susun Buku Dongeng Anak Berbasis Al-Quran
Haji Masagung yang punya nama lahir Tjio Wie Tay adalah sosok yang melahirkan Gunung Agung.
Dikutip dari buku “Di Usia Senja Ingin Mengharumkan Nama Islam – Biografi Haji Masagung”, yang ditulis Murthiko (1983), Masagung muda mulanya seorang pedagang buah segar (semangka potong). Kemudian beralih menjadi penjual rokok. Bisnisnya kemudian merambah ke lapak buku bekas, koran dan majalah.
Titik balik kesuksean bisnisnya ketika Masagung menggelar pameran buku yang pertama pada 1954. Pameran kala itu dihadiri oleh Presiden Sukarno. Pameran buku pertama di Indonesia ini mengesankan sang presiden hingga terjalin persahabatan melalui buku dan penerbitan. Sukarno kemudian mempercayakan urusan penerbitan buku-bukunya kepada PT. Gunung Agung.
Dari sinilah Masagung kemudian mendirikan Yayasan Idayu yang fokus menerbitkan buku-buku dan pemikiran para pendiri bangsa, selain Soekarno juga Bung Hatta, Adam Malik, Soeharto hingga Jenderal AH Nasution. Bahkan nama Idayu pun diberikan oleh Bung Karno, mengambil nama ibunda sang presiden, Ida Ayu Nyoman Rai.
Bahkan AH Nasution pernah bekerjasama menerbitkan arsip dokumentasi “20 Tahun Indonesia Merdeka” sebanyak 9 jilid. Namun buku-buku ini dimusnahkan karena gonjang-ganjing politik 1965.
Dalam buku “Peranakan Idealis, Dari Lie Eng Hok Sampai Teguh Karya” yang ditulis H. Junus Jahja (penerbit KPG, 2002) ada satu bagian tersendiri tentang Masagung, isinya kesaksian para tokoh Indonesia. Jenderal A.H Nasution memberikan kesaksian, “Tapi kiranya yang khusus mengesankan ialah teladannya sebagai ‘WNI keturunan’ yang secara penuh mengintegrasikan diri dalam bangsa, masyarakat dan umat…”
Nasution bersaksi betapa Masagung yang sudah mualaf itu selalu mengharumkan nama Islam lewat berbagai penerbitan-penerbitannya. “Sebagai seorang muslim ia mencurahkan tenaga, dana dan pikiran untuk dakwah Islam melalui usaha yang semakin luas dalam hal penerbitan, permuseuman, peribadatan dan sebagainya,” lanjutnya.
Baca Juga: Begini Cara Rasulullah Mengingatkan Imam Lupa Bacaan dan Gerakan Shalat
Nasution menjelaskan bahwa dia terkesan dengan Masagung sebagai mualaf yang belum begitu lama, namun senantiasa mengutip al-quran dan menjelaskannya.
Sementara pejuang perempuan S.K Trimurt mengenang Masagung sebagai seorang pedagang ulet tapi sederhana. “Saya kenal Masagung sejak saya pindah ke Jakarta dari Yogyakarta, sekitar tahun limapuluhan. Saya kenal Masagung mula-mula sebagai seorang pedagang buku di wilayah senen, Jakarta,” tulisnya.
Namun yang paling mengesankan, katanya, dia adalah orang pintar yang tidak hanya ingin pintar sendiri. “Dia mau mendistribusikan kepintaran itu kepada orang lain, salah satu caranya dengan mendirikan Yayasan Idayu,” kata Trimurti.
Masagung kelahiran Bogor, Jawa Barat pada 8 September 1927 dan meninggal 24 September 1990, tidak saja sekadar berbisnis dengan toko bukunya tapi berjuang melalui buku. Trimurti di akhir kesaksiannya membeberkan, “Ia mendirikan toko buku besar di Senen, Thay San Kongsie, tatkala Bangsa Indonesia memasuki tahap awal perjuangan mengisi kemerdekaan. Masagung mengambil porsi perjuangan mencerdaskan bangsa..” ujar Trimurti yang pernah duduk sebagai menteri perburuhan di awal kemerdekaan itu.
(IMF)
One thought on “Haji Masagung, Tionghoa yang Turut Mengharumkan Islam Lewat Buku”