[JAKARTA, MASJIDUNA]– Nama pahlawan ini banyak disematkan di berbagai fasilitas umum. Bukan hanya jalan raya, tapi juga bandara di Surabaya dan taman hutan raya di Bandung. Dialah Ir. Haji Djuanda Kartawidjaja. Salah satu karyanya yang dikenal sampai sekarang adalah “Deklarasi Djuanda”, sebuah deklarasi kemaritiman yang membuat wilayah kesatuan Indonesia utuh, baik di darat maupun di laut.
Deklarasi Djuanda tahun 1957 ini oleh PBB ditetapkan sebagai hukum laut internasional pada Konvensi Hukum Laut ke-3 (UNCLOS) tahun 1982, sehingga otomatis meminimalkan risiko konflik yang ditimbulkan.
Baca Juga: Ketika Muhammadiyah-NU Duduk Bersama di Acara Isra Mi’raj
Lelaki kelahiran 14 Januari 1911 di Tasikmalaya, Jawa Barat, ini adalah Perdana Menteri di awal kemerdekaan bahkan pernah menjabat berbagai jabatan menteri yang berkaitan dengan perekonomian. Seperti Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan.
Namun, sebelum berkecimpung di pemerintahan, Juanda adalah seorang guru sekaligus kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah Jakarta pada tahun 1934. Padahal, kala itu Juanda ditawari oleh Belanda untuk menjadi asisten dosen di Technische Hooge School (sekarang ITB) Bandung, tempat dia menunut ilmu hingga lulus. Namun atas dasar nasionalisme, Djuanda memilih untuk mengabdi di Muhammadiyah meski dengan gaji ala kadarnya.
Ketika Muhammadiyah memperingati usia ke 45 tahun pada 22 November tahun 1957, Djuanda diundang ke acara tersebut, bukan hanya sebagai orang Muhammadiyah tapi sekaligus sebagai Perdana Menteri RI, di Gedung Pertemuan Umum di Jakarta.
Djuanda pun memberikan sambutan yang sangat menyentuh. Tentang Muhammadiyah dan KH Ahmad Dahlan yang berperan dalam tanggung jawab keumatan dan bangsa.“Dengan keinsyafan untuk menjalankan suatu wajib terhadap Agama dan Bangsa, Kyai Haji Ahmad Dahlan dapat mengembangkan Muhammadiyah mendjadi suatu organisasi yang besar dan melebar keseluruh penjuru Tanah Air kita,” katanya.
Baca Juga: Sembilan Isu Kebangsaan dalam Muktamar Muhammadiyah
Dia pun menyebut Muhammadiyah terus memajukan bangsa tanpa mempedulikan rintangan.
Dengan tidak menghiraukan rintangan-rintangan dan kesulitan, Muhammadiyah terus melancarkan usaha-usahanya. Tujuan untuk memajukan dan menggembirakan peladjaran dan pengajaran agama Islam dicapai dengan memberikan penerangan-penerangan agama yang didasarkan pada fikiran rasional yang ternyata dapat memenuhi suatu kebutuhan masyarakat dan dapat mengisi kekosongan dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang beragama Islam. Tempat-tempat pendidikan dan pengajaran berdiri dimana-mana. Sekolah-sekolah dibuka untuk menambah kesempatan rakyat mencari pengetahuan dan kepandaian.
Djuanda meninggal dunia pada pada 7 November 1963. Dia diangkat menjadi pahlawan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963.
(IMF/ sumber foto: twitter Muhammadiyah)