[JAKARTA, MASJIDUNA]– Selama ini nama Raja Ali Haji lebih dikenal sebagai sastrawan Melayu. Lewat keputusan Presiden RI No. 089/TK/Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Ali Haji bin Raja Haji Ahmad adalah Pahlawan Nasional, khususnya untuk bidang bahasa. Karena itu dia pun sering dijuluki Bapak Bahasa Indonesia.
Namun, lelaki kelahiran Pulau Penyengat Kepulauan Riau pada 1808 ini, sebenarnya juga seorang ulama. Dalam Ensiklodia Islam terbitan 1999, nama Raja Ali Haji disebutkan sebagai ulama yang sering diminta fatwa oleh kerabat kerajaan. “Ia juga aktif membimbing guru-guru agama di Riau. Ketika saudara sepupunya, Raja Ali bin Raja Ja’far, dikukuhkan sebagai yamtuan muda pada tahun 1845, ia diangkat menjadi penasihat keagamaan negara,” tulis Ensiklopedia itu.
Baca Juga: Kisah Barzanjie dan Perayaan Maulid Nabi
Bahkan beberapa karya yang dituliskan merupakan nasihat keagamaan seperti Samarat al Muhimmah Difayah li al Umara wa al Kubara wa li Ahl- al-Mahkamah (Pahala dan Tugas-tugas Keagamaan bagi Para Pemimpin, Pembesar dan Para hakim).
Buku ini menjelaskan seorang pemimpin atau raja yang melalaikan tugas-tugasnya dan mendurhakai Tuhannya tidak dapat diterima sebagai penguasa lagi.
Dalam beberapa bagian buku, Raja Ali Haji juga sering mengutip karya Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, sehingga terkesan mengagumi ulama besar ini.
Dalam membicarakan politik dan kenegaraan selain mengutip Imam Ghazali, Raja Ali Haji sering mengutip pemikiran dari Ibnu Taimiyah dan Abu Hasan Ali bin Muhammad habib al Mawardi. Seperti dalam karya Tuhfat an Nafis (Hadiah yang Berharga) yang menjelaskan bahwa di bawah pemerintahan raja yang baik, maka negara akan sejahtera.
Baca Juga: “Sabilal Muhtadin”, Karya Ulama Nusantara Bagi Dunia
Sementara dalam urusan ahlak, pendidikan dan hubungan antar sesama, Raja Ali Haji yang meninggal pada 1870 ini, punya karya monumental yang disebut dengan Gurindam 12. Dalam karya ini yang ditulis berupa pantun sarat dengan nasihat. Seperti ini:
Barangsiapa tiada memegang agama
Sekali-kali tiada boleh dibilang nama
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
Seperti rumah tiada bertiang
Barangsiapa meninggalkan puasa
Tiadalah mendapat dua tamasya
(IMF/Sumber foto: Humas Polda Kepri)
One thought on “Raja Ali Haji, Ulama dan Sastrawan Besar Nusantara”