4 Hal Adab Mendengarkan Al-Quran

Disunnahkan untuk mendengarkan al-Qur’an dengan seksama, tanpa membuat gaduh dan bicara sendiri…”.

[JAKARTA, MASJIDUNA] – — Al-Qur’an merupakan kalam ilahi, maka kita wajib menjaga adab ketika mendengarkannya. Setidaknya terdapat beberapa adab ketika tengah mendengarkan al-Qur’an.

Pertama, mendengarkan dan memperhatikan dengan khusyuk bacaan Al-Qur’an. Hal ini dengan tegas dan lugas, Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat al-A’raf ayat 204:

وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

”Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.”

Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsir Al-Qur’an al-Adzhim, jika mendengarkan bacaan Al-Qur’an seyogianya diperhatikan bacaan tersebut, agar makna dari bacaan tersebut bisa memberikan pengaruh pada yang mendengarnya. Ia berkata:

وَقَالَ مُبَارَكُ بْنُ فَضَالة، عَنِ الْحَسَنِ: إِذَا جَلَسْتَ إِلَى الْقُرْآنِ، فَأَنْصِتْ لَ

“Mubarak ibnu Fudalah telah meriwayatkan dari Al-Hasan, “Apabila engkau duduk mendengarkan Al-Qur’an, maka perhatikanlah bacaannya dengan tenang.” (Tafsir Ibn Katsir https://tafsir.app/ibn-katheer/7/204 Tafsir surat al-a’raf ayat 204).

Kedua, diam. Saat ada bacaan Al-Qur’an, pendengar seyogianya diam. Tidak berbicara dan fokus untuk mendengarkannya. Itu sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah di atas. Ketiga, menjauhi tertawa terbahak-bahak. Hal ini termasuk dalam adab juga. secara tidak etis membaca Al-Qur’an dengan tertawa.

Keempat, mengganggu pelantun Al-Qur’an. Saat qari’ membaca Al-Qur’an seyogianya tidak diganggu dengan tindakan apapun. Termasuk dalam hal ini memberikan hadiah atau mengajaknya berbicara. Hal itu akan menganggu kekhusyukannya dalam membaca Al-Qur’an tersebut.

Imam Al-Nawawi mengatakan:

[فصل] ومما يعتنى به ويتأكد الأمر به احترام القرآن من أمور قد يتساهل فيها بعض الغافلين القارئين مجتمعين فمن ذلك اجتناب الضحك واللغط والحديث في خلال القراءة إلا كلاما يضطر إليه وليمتثل قد قول الله تعالى وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون….ومن ذلك العبث باليد وغيرها فإنه يناجي ربه سبحانه وتعالى فلا يعبث بين يديه ومن ذلك النظر إلى ما يلهي ويبدد الذهن

“Di antara hal yang harus diperhatikan adalah menghormati al-Qur’an, terlebih banyak orang yang terlena dengan adab-adab ini. Antara lain adalah orang yang mendengarkan al-Qur’an harus menjauhi tertawa terbahak-bahak, membuat gaduh, berbicara saat pembacaan ayat suci al-Qur’an (kecuali ada hal darurat yang mendesak, karena Allah berfirman; Jika dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dengan saksama dan diamlah agar kamu dirahmati), bermain sendiri, memandang sesuatu yang tidak pantas atau sesuatu yang bisa memecahkan fokus untuk menyimak al-Qur’an.” (Imam al-Nawawi, Al-Tibyan fi adab hamalat al-Qur’an halaman 92).

Kemudian Imam al-Suyuthi menyatakan:

يُسَنُّ الِاسْتِمَاعُ لِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَتَرْكُ اللَّغَطِ وَالْحَدِيثِ بِحُضُورِ الْقِرَاءَةِ قَالَ تَعَالَى {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ} .

“Disunnahkan untuk mendengarkan al-Qur’an dengan seksama, tanpa membuat gaduh dan bicara sendiri. Karena Allah berfirman: Dan ketika Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah. Agar supaya kalian mendapatkan rahmat”.(Al-itqan fi ulum al-Qur’an Juz 1 H. 381).

Kemudian ini poin yang paling penting, dan mungkin sering dilupakan oleh khalayak. Syekh Wahbah Zuhaili dalam exegesisnya menyatakan:


وأما ترك الاستماع والإنصات للقرآن المتلو في المحافل، فمكروه كراهة شديدة، وعلى المؤمن أن يحرص على استماع القرآن عند قراءته، كما يحرص على تلاوته والتّأدّب في مجلس التّلاوة


“Adapun tidak mendengarkan atau tidak memperhatikan Al-Qur’an yang dibacakan dalam majelis atau acara, sungguh ini sangat makruh (tidak disukai). Seorang mukmin harus khidmah mendengarkan lantunan Al-Qur’an, sebagaimana ia harus beradab dalam menghadirinya”. (Tafsir Al-Munir Juz 9 H. 229).


Bahkan untuk sekedar mengucapkan Allah Allah karena kekaguman audien atas lantunan qiroah ini tidak boleh, sebab yang demikian dianggap tidak memperhatikan bacaan al-Qur’an. Dikatakan:

ﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﺳﺎﻣﻌﻮﺍ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻃﻴﺐ ﻃﻴﺐ ﺍﻭ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻻﺳﺘﺤﺴﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻓﻬﻞ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻬﻢ ﺍﻻﻧﺼﺎﺕ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﺍﺫﺍ ﻗﺮﺀ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻓﺎﺳﺘﻤﻌﻮﺍ ﻟﻪ ﻭﺍﻧﺼﺘﻮﺍ ﺍﻻﻳﺔ ﺍﻭﻻ. ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ ﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﻻﻥ ﺍﻻﻧﺼﺎﺕ ﺍﻧﻤﺎ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﺘﺮﻙ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻭﺍﻟﺬﻛﺮ ﻛﻤﺎ ﻓﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻘﻮﻳﻢ ﻓﻰ ﺳﻨﻦ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺍﻋﻠﻢ ﺍﻥ ﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺳﻨﻨﺎ ﺫﻛﺮﻫﺎ ﻓﻰ ﺍﻻﺗﻘﺎﻥ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ ﻟﻬﺎ ﻭﺗﺮﻙ ﺍﻟﻠﻐﻂ ﻭﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺤﻀﻮﺭﻫﺎ.

Jika ada yang mengucap “Allah Allah atau Tayyib sebagai bentuk kalimat takjub atas pembacaan ayat suci al-Qur’an, apakah mereka dianggap inshat (mendengarkan secara seksama) sebagaimana yang diperintahkan oleh firman-Nya (dan ketika Al-Qur’an dibacakan, lalu dengarkan dan perhatikan ayatnya).

Yang demikian dianggap tidak terjadi (tidak inshat), karena perintah mendengarkan ini dicapai dengan meninggalkan dari berbicara dan dzikir, sebagaimana keterangan Minhaj al-Qawim dalam bab sunnah Jum’at.

Ketahuilah bahwasanya ada adab yang harus diperhatikan oleh seseorang yang mendengarkan al-Qur’an, Imam al-Suyuthi menyebutkan antara lain; mendengarkannya secara seksama, tidak membuat gaduh dan berbicara sendiri saat pembacaan ayat sedang berlangsung”.(Tsamrat al-raudhah).

Demikianlah beberapa adab yang harus dilakukan ketika mendengarkan al-Qur’an, pada intinya tidak boleh melakukan sesuatu yang berpotensi mengganggu khidmahnya pembacaan ayat suci al-Qur’an. Wallahu A’lam bi al-Shawab.


[Tim Layanan Syariah Bimas Islam/Foto:AR]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *