[MAKASSAR, MASJIDUNA] — Perihal keharusan sertifikasi pranikah bagi pasangan calon pengantin mengikuti pelatihan sebelum naik ke pelaminan masih dalam taha pengkajian. Artinya, hingga kini keputusan tersebut belum diambil oleh pengambil kebijakan.
“Sampai saat ini belum ketuk palu, masih proses pengkajian,” ujar Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Sulawesi Selatan, Anwar Abu Bakar, Senin (16/12) sebagaimana dikutip MASJIDUNA dari laman Antara.
Menurutnya, pihaknya masih dalam tahap proses menunggu informasi perkembangan kebijakan tersebut. Termasuk petunjuk tekhnis (juknis) untuk mekanismenya di lapangan. Terpenting, kata Anwar, terus mengimbau masyarakat agar mengikuti aturan di Indonesia
Berkaitan dengan pernikahan, saat ini telah ada perubahan UU No.1 tahun 1974 yang disempurnakan ke dalam UU No.16 tahun 2019 terkait usia calon pengantin.
Bila UU 1/1974 menyebutkan usia calon pengantin perempuan minimal berumur 16 tahun, maka saat ini UU terbaru mengharuskan keduanya berusia 19 tahun. Hal ini pun masih dalam proses sosialisasi ke masyarakat.
Anwar berpendapat, banyak hal yang perlu dicermati pemerintah pada pelaksanaan sertifikasi pemerintah, khususnya dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini tim penyuluh pranikah dan anggaran yang harus disiapkan. Baginya, kebijakan sertifikasi pranikah memang belum optimal. Pasalnya, yang akan melakukan sertifikasi bagi calon pengantin ini juga harus memiliki lisensi untuk bisa mengeluarkan sertifikat.
Jumlah tim penyuluh
Selain itu, bagi Anwar, jumlah tim penyuluh yang ada di berbagai daerah dinilai belum begitu ideal untuk mengkoordinir kebijakan sertifikasi pranikah hingga di tingkat desa. Soalnya, kuota yang ada saat ini hanya delapan orang penyuluh pranikah di masing-masing kecamatan.
Idealnya, kata Anwar, dalam satu dusun itu satu penyuluh pranikah. Penambahan tenaga ini sudah pasti berkaitan dengan penambahan anggaran. Namun demikian, pemerintah diharapkan memberikan kualitas untuk kesejahteraan.
Selama ini, upaya yang dilakukan Kemenag adalahi kursus yang bersifat harus bagi setiap pasangan sebelum menikah. Kursus ini merupakan pemberian pemahaman dan pembekalan secara optimal kepada calon pengantin terkait hak dan kewajiban setelah menjadi pasangan suami istri.
“Sebenarnya pelaksanaan kursus ini sudah baik dan akan lebih efektif jika sisa pengalokasian waktu dan anggaran yang ditambah karena maksud dan tujuan kursus calon pengantin dan sertifikasi pranikah itu sama saja,” katanya.
Sementara itu, sertifikasi pranikah yang dimaksudkan pemerintah tentu untuk mempersiapkan mental dan fisik calon pengantin menjalani bahtera rumah tangga, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Sebab, menurut data yang ada, peningkatan angka perceraian terus naik di Sulawesi Selatan yang mencapai 1000 pasangan di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Bone, Gowa, Takalar dan Makassar. Hal ini terjadi disebabkan salah satunya karena pernikahan di usia anak.
[GZL/Antara]