Sariani, Ketekunan Penulis Kaligrafi

Sariani saat menulis kaligrafi di pameran Harmoni Istiqlal Jakarta

JAKARTA, MASJIDUNA.COM– Sudah lima tahun Sariani menekuni seni menulis kaligrafi. Dia pertama kali jatuh cinta pada tulisan indah huruf Arab itu sejak duduk di bangku SMA di Kalimantan Barat. “Waktu itu ada guru dari Jawa yang mengajar.” katanya saat ditemui di pameran Harmon Istiqlal pertengahan Februari. Sejak itu dia pun memutuskan menekuninya hingga rela meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Pesantren Lemka (Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an) di Sukabumi, Jawa Barat. Pesantren yang diasuh oleh penulis kaligrafi Didin Sirodjudin AR itu, merupakan pesantren pertama di Indonesia.

Baca Juga: SeniKaligrafi

Hasil dari perantauannya memang tidak sia-sia. Saat ditemui di acara pameran Harmoni Istiqlal, dia sedang asyik menulis sejumlah nama yang sudah dipesan oleh pengunjung. Pada selembar kertas, dengan menggunakan kalam dan cat, tangannya meliuk lentur merangkai huruf. Harga satu nama dibanderol Rp15 ribu.

Selain menerima pesanan nama, Sariani dan sejumlah teman lain sesema penulis kaligrafi juga memamerkan karya dalam berbagai ukuran. Dari yang seukuran kertas hingga lebar. Ada yang memakai media kanvas, ada pula yang mempergunakan selembar triplek. Harga selembar kaligrafi ukuran besar seharga Rp1,5 juta.

Baca Juga: kaligrafi JIFFEST

“Saya memang hobi, dan ini melatih kesabaran saya,” katanya.

Sariani tak menampik, seni ini terbilang sulit bagi pemula. “Memang susah bagi pemula,”akunya.

Apalagi orang yang ingin menggeluti seni ini juga harus bisa membaca Al-Qur’an. “Tidak bisa sekali belajar langsung bisa,” ujarnya.

Tambahan lagi, seni kaligrafi tak hanya mengenal satu bentuk penulisan saja. Sebut saja bentuk Kufi yang berasal dari Kota Kufa, ada Tsuluts, kemudian Naskhi yang sering ditemui di tulisan Qur’an, serta Riq’ah, Farisi, Diwani, hingga Jali Diwani.

Kini perjuangan Sariani meninggalkan kampung halamannya di Kalimantan Barat tidak sia-sia. Lewat seni kaligrafi, dia mengaku bisa keliling sejumlah kota di Tanah Air untuk hadir di berbagai perayaan keagamaan seperti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dari mulai kabupaten, kota, hingga provinsi.
Tidak heran, dia pun memantapkan diri menjadikan seni kaligrafi bukan semata sebagai hobi, tapi juga profesi.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *