Mencari Teladan Kesabaran

Oleh: Istnan Hidayatullah (Dosen Akidah dan Filsafat Islam UIN Datokarama Palu)

SABAR merupakan satu di antara sekian perilaku yang diperintahkan Allah dalam al-Qur’an. Mengingat sangat pentingnya perintah ini sampai-sampai harus diulang sebanyak 26 kali yang tersebar dalam surah berbeda. Penyebutan perintah sabar tersebut memiliki dua obyek, yaitu sabar kepada sesuatu yang tidak terlihat (abstrak) dan kepada yang terlihat (konkret). 

Contoh sabar kepada yang abstrak, antara lain, sabar akan janji Allah (QS. 30:60, QS. 11:115, QS. 12:90), dalam berdoa (QS.18:28), dalam menunggu pertolongan Allah (QS. 7:128, berikut beberapa yang lain. Sabar pada yang konkret meliputi, misalnya, sabar atas perkataan orang lain (QS. 20:130, QS. 38:17), dalam menghadapi musibah (QS. 31:17, QS. 50:39), dalam menjalankan hukum Allah (QS. 52:48, QS. 68:48, QS. 76: 24, QS. 7:87), serta beberapa yang lain. 

Pendarasan tentang ini banyak ditulis ulama. Terlebih ulama tasawuf. Dalam kajian tasawuf, sabar termasuk level spiritual (manzil al-‘arifin). Untuk menggapai level ini tentu tidak mudah. Butuh proses dan latihan (riyadhah) yang terus menerus. Puasa Ramadan termasuk salah satu proses latihan itu.

Yang menarik dari perintah sabar tersebut adalah bagaimana menemukan contoh atau teladan. Contoh ini penting sebagai cermin untuk mengukur diri. Dalam teori pendidikan, keberadaan teladan sangat efektif menyampaikan nilai-nilai tertentu. Ketika hendak menumbuhkan minat baca pada anak, misalnya, akan efektif jika diperlihatkan keteladanan setiap hari daripada menginstruksikan dengan lisan ribuan kali.

Lantas siapa saja teladan kesabaran dalam al-Qur’an? Allah menyebutkan banyak nama dipuji karena kesabarannya menghadapi ujian. Seperti Nabi Ayyub yang diuji dengan penyakit, Nabi Yunus yang diuji dengan ditelan ikan, atau Luqman al-Hakim yang banyak diuji dalam hidupnya. Pernah suatu ketika Luqman digoda oleh Iblis yang menyamar. Iblis ini mengganggu tidurnya beberapa kali. Namun, Luqman tetap sabar dalam menghadapi. 

Namun, dari sekian banyak manusia-manusia yang dilabeli sabar tersebut, ada satu ayat, tepatnya QS. 46:35, yang berisi pujian Allah pada satu golongan. Golongan ini disebut dengan ulul al-azmi. Siapa ulul azmi dan seberapa sabar mereka sehingga demikian dipuji oleh Allah? 

Dalam banyak kitab tafsir disebutkan bahwa ulul azmi  merupakan sekelompok Nabi-nabi Allah. Mereka adalah Nabi Muhammad Saw., Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Musa, serta Nabi Isa. Nabi-nabi ini direkomendasikan oleh Allah agar diteladani kesabarannya. 

Jika dikaji lebih jauh, Nabi-nabi tersebut merupakan sosok-sosok yang ditugaskan membawa risalah kepada umatnya. Risalah tersebut terdokumentasi dalam kitab suci dan sahifah. Dalam menyampaikan risalah yang terkemas dalam teks tentu tidak mudah. Banyak tantangan dan penolakan dari umat yang mereka dakwahi. 

Di sinilah letak keistimewaan para Nabi ulul azmi. Mereka berhadapan dengan komunitas yang secara intelektual lebih maju daripada umat-umat sebelumnya. Komunitas tersebut sangat kritis dan tidak begitu saja menerima kebenaran. Alhasil, dalam proses meyakinkan umat semacam itu diperlukan energi ekstra. Bahkan tidak jarang harus mengorbankan kepentingan diri dan keluarga. 

Nabi Ibrahim rela mengorbankan putra semata wayang untuk menunjukkan bakti kepada Allah. Nabi Nuh ikhlas membiarkan sang anak ditelan banjir karena inkar. Nabi Musa terusir dari kampung halamannya. Nabi Isa dimusuhi oleh golongannya sendiri. Sementara Nabi Muhammad nyaris tidak lagi merasakan perut kenyang sejak menerima titah kenabian. Kalau Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma saja sehingga bekasnya menempel di badan. Sehari-hari Nabi Muhammad juga lebih banyak berpuasa ketimbang tidak. Nabi pernah menahan agar suara perutnya tidak terdengar orang lain dengan cara mengikatkan batu di perutnya. Pernah juga jatah buka puasa yang tidak seberapa disedekahkan kepada orang lain.

Pendek kata, jalan kesabaran yang ditempuh para Nabi ulul azmi ini adalah jalan penderitaan. Jika ingin melihat seberapa tinggi tingkat kesabaran kita, bandingkan dengan kehidupan para kekasih Allah itu. [RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *