(7) Ramadan Bersama Asmaul Husna: Malikul Mulk

Oleh: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen di Universitas Prof. Dr. Hamka/UHAMKA, Jakarta)

MANUSIA memerlukan kesadaran tentang Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu, yang kekuasaan-Nya mengatasi dan melampaui seluruh kekuasaan yang digenggam oleh makhluk. Manusia membutuhkan Tuhan yang kuasa untuk memberikan kekuasaan dan kuasa pula untuk mencabut kekuasaan.

Beruntunglah manusia, Allah adalah Malikul-mulk. Ia bisa berdoa sebagaimana diperintahkan dalam surah Ali ‘Imran ayat 26: Qulillahumma malikal-mulki tu’til-mulka man tasya’u wa tanzi’ul-mulka min man tasya’ wa tu’izzu man tasya’ wa tudzillu man tasya’, biyadikal-khayr, innaka ‘ala kulli syay’in qadir. Katakanlah, “Ya Allah Sang Pemilik kerajaan, Engkau beri kerajaan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebaikan. Sungguh Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Allah adalah Sang Pemilik Kerajaan. Kerajaan atau kekuasaan Allah meliputi seluruh alam: seluruh langit dan bumi, di dunia dan di akhirat, baik yang gaib ataupun yang tampak. Semuanya adalah milik Allah.

Allah adalah Penguasa segala sesuatu. Allah tidak saja memiliki segala sesuatu, namun juga mengatur, mengurusi, menguasai dan menundukkan segalanya. Kekuasaan Allah sangatlah besar dan tidak terjangkau oleh seorang pun. Kekuasaan-Nya tidak pernah berkurang walau Dia memberi kuasa kepada makhluk-Nya. Kekuasaan-Nya selalu ada, tidak akan menghilang ataupun terhalang.

Allah adalah Pemilik seluruh kekuasaan. Allah memiliki kekuasaan dan memberikannya ke siapa yang Dia kehendaki. Tak ada yang dapat menghalangi pemberiannya. Allah mencabut kekuasaan dari siapa yang Dia kehendaki. Tak ada yang dapat memberikan kekuasaan bila Dia berkehendak mengambil kekuasaan dari seseorang. Allah memuliakan siapa yang Dia kehendaki, menghinakan siapa yang Dia kehendaki. Allah kuasa menolong pihak yang terzalimi, dan kuasa menyiksa pihak yang menzalimi.

Hamba Malikul-Mulk, akan memutlakkan ketaatan hanya kepada Allah. Kepatuhannya kepada makhluk dibatasi dan ditentukan oleh kepatuhannya kepada Sang Khalik. Ia tidak mengejar kekuasaan dunia, tidak mendamba kekuasaan dari makhluk, dan tidak pula tertekan saat kekuasaan dicabut darinya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang tidak gila kekuasaan, tidak mengejar-ngejar jabatan, tidak menyombongkan kekuasaan, dan tidak pula mempertahankannya mati-matian.

“Ya Allah, ya Malikal-mulk, anugerahilah kami karakter kepemimpinan dan keteladanan. Bimbinglah kami di jalan perjuangan dan kebenaran. Berilah kami pemimpin yang takut kepada-Mu lagi sayang kepada para hamba-Mu.” [RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *