(6) Ramadan di Sydney: Masjid Punchbowl dan Doa Qunut untuk Gaza 

LAPORAN: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen UHAMKA Jakarta/Pemerhati Sosial Keagamaan)

[PUNCHBOWL, SYDNEY, MASJIDUNA] — Ibadah Ramadan bukanlah hanya soal bilangan. Bahkan, kualitas adalah prioritas. Manusia diuji di kehidupan dunia untuk diketahui siapa yang lebih bagus amalnya. Kualitas ibadah tidak untuk dikalahkan demi mengejar kuantitas. Ketika Ramadan menyediakan momen untuk memperbanyak ibadah, tidak berarti kualitas amal saleh bisa dinomorduakan.

Masjid Punchbowl, yang dikelola oleh Australian Islamic Mission (AIM), menawarkan peluang lebih bagi jamaah yang mengutamakan kenikmatan dan kekhidmatan dalam ibadah tarawih. Di sini tarawih dan witir dilangsungkan 11 rakaat saja — dalam tak kurang dari 50 menit.

Ini masjid terdekat dari tempat saya tinggal di Punchbowl, suburban yang juga dipadati oleh muslim dari berbagai latar belakang, utamanya Timur Tengah (Lebanon dan sekitarnya). Saya tinggal berjalan kaki ke masjid ini sejarak 6 menitan. Saat saya datang Jumat malam (15/3/24) pada jam 8:50, ruang utama masjid sudah penuh, jamaah meluber ke tenda besar di sisi kiri dan hamparan tikar di halaman masjid.

Malam ini shalat isya dimulai persis jam 9 malam. 12 menit lamanya. Dipimpin oleh imam tetapnya, Syekh Mu’tasim Jarrah, yang menurut info berlatar belakang Yordania dan memiliki sanad tiga qiraat. Di masjid ini beliau mengajar taklim rutin fikih dan tafsir, selain menjadi khatib utama — semuanya dalam bahasa Arab. Bacaannya sangat indah. Kali ini dibacanya beberapa ayat surah an-Nisa’.

Imam tarawih dan witirnya tidak kalah merdu dan bagus bacaannya. Ya, pasalnya imamnya adalah imam yang sengaja didatangkan (sekali lagi) oleh Human Appeal Australia dalam kesempatan Ramadan tahun ini, yaitu qari dan artis nasyid terkenal asal Syria: Mu’tasim Al-Asali.

Pekan ini Al-Asali sudah tiga kali mengimami tarawih di Punchbowl Mosque — termasuk malam ini. Seperti sebelumnya Al-Asali juga mengenakan kopiah hitam bermotif khas Indonesia. Setelah al-Fatihah ia bacakan ayat-ayat di juz tiga, setengah halaman saja per rakaatnya, dengan tempo bacaan yang pelan dan suara yang indah.

Tarawih berlangsung dalam 32 menit (empat kali salam). Witirnya dalam 20 menit (dua kali salam). Tidak ada zikir, shalawat, atau doa yang dibacakan oleh imam ataupun bilal di sela antar shalat ataupun sesudah witir. Hanya ada jeda sedikit setelah rakaat keempat dan sebelum witir. 

Formasi rakaatnya: 2+2+2+2+2+1. Yang paling lama justru satu rakaat terakhirnya. Di rakaat pertama witir dibacanya surah al-A’la, dan di rakaat kedua surah al-Kafirun. Di rakaat terakhir dibacanya surah al-Ikhlash. Yang membuat panjang adalah doa qunutnya. Doa qunut dibacakan oleh imam saat iktidal, sebelum sujud. Banyak sekali doa yang dipanjatkan, termasuk doa bagi kaum muslimin yang tertindas di Gaza. Walhasil, 15 menit sendiri untuk satu rakaat terakhir shalat witir.

Malam ini kami pulang tarawih 10:14 malam. Sebagian jamaah masih bertahan di masjid untuk lanjut iktikaf atau bersilaturahim antarjamaah.

Masjid Punchbowl terkenal dengan keunikan arsitekturnya.   Kabarnya arsitek utamanya ialah orang Ortodoks. Di sisi dalam atapnya terukir asmaulhusna. Satu asmaulhusna untuk setiap ceruk atau cekungan. Masjid ini baru rampung 2021 dengan dana utama dari Kuwait. Karena terbilang baru dan indahnya seni interior masjid, berlama-lama di dalamnya tentulah nyaman saja buat para jamaahnya. [RAN/Foto: Dokpri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *