(18) Ramadan di Sydney: Desain dan Interior Masjid Darul Imaan Bikin Betah Jamaah

LAPORAN: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen Universitas Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Pemerhati Sosial Keagamaan)

[WOLLI CREEK, SYDNEY, MASJIDUNA] — Komunitas Asia Tenggara di Sydney tidak saja diwakili diaspora Indonesia, tapi juga diaspora Malaysia. Salah satu pusat dakwah mereka adalah Masjid Darul Imaan, yang terletak di perbatasan Wolli Creek. Masjid ini terletak dekat Stasiun Arncliffe dan hanya dua kilometer dari Masjid Al-Hijrah yang ada di dekat Stasiun Tempe. Jarak kedua stasiun hanya empat menit perjalanan kereta listrik. Di antara kedua stasiun ada Stasiun Wolli Creek.

Wolli Creek sendiri memiliki populasi muslim 3,5%. Sedangkan Arncliffe memiliki populasi muslim 19,4%. Di Wolli Creek, keturunan Malaysia hanya 0,4%, dan di Arncliffe 0,6%. Lebih dari sepertiga warga Wolli Creek punya leluhur Cina, sedangkan di Arncliffe lebih beragam asal-usulnya.

Itulah mengapa jamaah Masjid Darul Imaan juga sangat beragam wajahnya. Saat ikut tarawih pada hari Kamis malam Jumat, 4 April 2024 di masjid ini, tampak jamaah sedikit didominasi diaspora Melayu, namun terlihat pula wajah-wajah diaspora Lebanon/Mesir, Bangladesh/Pakistan/India, dan Indonesia.

Walau tidak terlalu besar, masjid yang dikelola oleh Islamic Malay Australian Association of New South Wales (IMAAN) ini terlihat kokoh berdiri di perempatan jalan yang strategis dan memiliki desain interior yang cukup rapi dan indah. Jamaah bisa merasa nyaman berlama-lama di dalamnya.

Kegiatan tarawih berlangsung santai. 10 menit setelah azan isya, shalat berjamaah dimulai. Selesai dalam sekitar 10 menit. 10 menit berikutnya untuk zikir dan shalat bakdiyah. Zikir dipimpin oleh imam, demikian pula doanya. Tak lupa imam menyelipkan doa-doa untuk kemerdekaan rakyat Palestina.

Berikutnya tampil pengurus masjid menyampaikan imbauan dan pengumuman sekilas. Lalu tampillah penceramah untuk menyampaikan tadzkirah dalam bahasa Inggris yang lancar. Malam itu penceramah mengulas kandungan pokok beberapa surah di juz 26 dan 27 — dua juz yang dibacakan imam saat shalat pada malam itu, dan juga dibaca saat tadarusan (usai witir). Imam sendiri membacakan surah adz-Dzariyat dan ath-Thur saat shalat isya dan tarawih.

Setelah itu penceramah mengajak hadirin menyadari nikmat yang besar yang Allah berikan hingga masih berjumpa dengan malam Jumat terakhir di Ramadan tahun ini. Di akhir ia juga membacakan doa-doa, termasuk juga doa untuk Palestina. Tadzkirah selesai dalam 15 menit.

Tarawih dimulai tepat jam 9 malam. Dilaksanakan dengan santai dalam 8 rakaat dengan salam tiap dua rakaat. Juga tidak lama durasinya: hanya 6-7 menit untuk setiap dua rakaatnya. Di antara shalat tarawih, bilal (yang seorang warga senior) membacakan: Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar la hawla wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim, Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wasallim. Usai tarawih, imam memimpin doa lagi. Imam shalat tarawihnya ada dua orang, yang keduanya adalah imam shalat isya juga.

Imam shalat witir lain lagi. Dan witirnya agak lama: 16 menit. Dilakukan dengan dua kali salam. Di rakaat pertama imam membacakan tiga ayat terakhir surah al-Baqarah, dan surah al-Kafirun di rakaat kedua. Saat rakaat ketiga, dibacakan surah al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Nas. Setelah itu tidak langsung rukuk, tapi takbir untuk membaca doa qunut. Qunutnya cukup panjang, juga dengan selipan doa untuk orang Palestina dan kaum muslimin di mana pun berjuang.

Di sini shalat tarawih dan witir dalam formasi rakaat 2+2+2+2+2+1 selesai dalam 45 menitan. Sudah plus doa dan zikirnya. Usai witir tak ada lagi doa bersama, hanya dibaca tasbih bersama: Subhanal malikil-quddus, subbuhun quddusun rabbuna rabbul-mala’ikati war-ruh. Tiga kali.

Setelah itu jamaah bubar, dan sebagian bertahan untuk ikut tadarusan malam itu. Tampaklah warga-warga senior diaspora Melayu terus melestarikan tradisi tadarus di masjid ini. Tentu suatu kebahagiaan sendiri buat mereka, yang saya kira dulunya mengalami tradisi baca Qur’an ini di Malaysia pada masa remaja atau muda mereka. Saya sendiri langsung bergeser untuk antar si sulung iktikaf di Masjid Iqro’. Di Sydney, orangtua memang sering disibukkan urusan antar-mengantar anak-anak atau keluarga mereka. [RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *