[JAKARTA, MASJIDUNA]- Nama Abu Hasan al-Asy’ari bagi kalangan ahlu sunah wal jamaah, sudah tidak asing. Iman Asy’ari biasa dipanggil, adalah sosok pembela akidah suni yang mengambil jalan moderat dalam pandangan beragama. Sebenarnya, Imam Asy’ari hidup dan dibesarkan di kalangan kaum Ma’tazilah bahkan dia pernah belajar kepada ayah tirinya yang seorang penganut paham rasionalitas tersebut yaitu Ali al Juba’i.
Baca Juga: Madrasah Tsanawiyah Muhamadiyah Sabet Juara Madrasah Sehat 2020
Namun lewat sebuah mimpi di usia 40, dia bertemu dengan rasulullah yang memintanya agar jangan meninggalkan tradisi (sunah). Saat terbangun dia menjadi khawatir, karena beberapa pandangannya bertentangan dengan ucapan Nabi Muhammad (hadits). Pandangan mu’tazilah saat dia hidup sangat mendominasi, yaitu mengedepankan rasionalitas.
Abū al-Ḥasan al-Asyʿarī yang bernama lengkap Abū al-Ḥasan ʿAlī ibn Ismāʿīl ibn Isḥāq al-Ashʿarī lahir di Basra, Irak pada 874–936 M/260–324 H, pun mulai kembali ke jalan suni. Dia pun tidak meninggalkan tradisi (sunah) yang sudah dibangun oleh nabi dan para sahabat, namun juga tidak menolak sama sekali rasionalitas. Dari sinilah lahir mazhab asyariyah, yaitu pandangan yang lebih moderat.
Salah satu sikapnya yang banyak dikenal saat dia berargumen adalah kecerdasan, ketenangan dan kelembutan terhadap lawan yang diajak berdebat. Bahkan dia akan meninggalkan perdebatan ketika perdebatan itu sudah dikuasai oleh amarah. Pernah pada suatu ketika, sang ulama berdebat dengan orang awam. Di tengah diskusi, dia menghentikan perdebatannya dan memberikan kepada lawan bicaranya buah badam dan gula. Setelah itu dia berkata, “Aku tidak melakukan apa-apa karena lawanku tampak menguasaiku (marah). Maka setelah menyampaikan argumen dengan jelas, aku tidak menyampaikan lagi. Karena dia lebih berhak mendapat taburan gula dariku,” katanya.
Setelah perdebatan itu, orang awam itu bertobat dan beralih menjadi penganut paham ahli sunah wal jamaah.
Baca Juga: Setelah Menghirup Udara Bebas, Abubakar Ba’asyir Memperbanyak Silaturahim
Di sisi lain, sang imam sosok yang kuat hafalannya dan cerdas. Dalam sebuah majelis, tidak akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh para penanya. Tidak mengherankan, bila paham dari Imam Asy’ari ini menjadi salah satu mazhab dalam pemikiran Islam yang paling dominan di dunia Islam saat ini. Sebab berada di garis tengah.
(IMF)