[JAKARTA, MASJIDUNA]– Tahun 2023 suhu politik di tanah air mulai memanas. Namun Ketua Komisi Kerukunan Antarumat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr KH Abdul Moqsith Ghazali, menyampaikan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama menjelang tahun politik.
Baca juga:MUI Fokus Menyiapkan Tata Kelola dan Perbaikan Penyelenggaraan Sidang Halal
“Karena agama ini harus bisa membawa misi kemanusiaan bukan hanya politik saja yang bisa mengoyak kebersamaan,”kata Kiai Moqsith Ghazali, dikutip dato situ MUI.
Kiai Moqsith juga mengatakan bahwa kerukunan di Indonesia pada 2022 berjalan dengan baik. “Secara umum pun relasi umat beragama di Indonesia terjadi kesepahaman,” tuturnya.
“Kesepahaman ini menyangkut pada posisi negara undang-undang dasar (UUD), dan kesadaran dari tokoh-tokoh lintas agama,”lanjutnya.
Karena itu, berkaca pada refleksi kerukunan umat beragama selama 2022, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, Negara Indonesia adalah keputusan bersama, sehingga argumen-argumen lain yang menolak UUD tidak bisa ditoleransi lagi.
Kedua, perbedaan antarumat beragama jika itu terkait akidah maka itu tidak bisa ditukar tambah lagi dengan apapun itu. “Akan tetapi sejauh menyangkut bukan akidah, maka itu bisa ditoleransi kan?,” kata dia.
Baca Juga: Ketua MUI: Nyawer Qoriah, Perbuatan Haram Tak Menghormati Majelis
Meski kerukunan beragama terbilang baik, namum Kiai Moqsith juga mengatakan ada beberapa kendala terkait kerukunan umat beragama pada 2022 kemarin, di antaranya bahwa anasir tidak toleran dan tidak moderat pada dasarnya ada di semua agama.
“Setiap agama unik, dan selalu ada agama-agama yang unik yang tidak toleran, dan tidak moderat,”ujarnya.
“Itulah yang menjadi kendala arus komunikasi antarumat lintas agama,” ujar dia. Kiai Moqsith juga memberikan pengarahan agar kedepannya kerukunan antarumat beragama tetap terjaga, diantaranya: “Bisa dilakukan dengan membangun tafsir agama yang terbuka dan moderat,”katanya.
(IMF/sumber dan foto: MUI)