JAKARTA, MASJIDUNA– Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 di Solo, 18-20 November mendatang, bakal membahas sejumlah permasalahan menyangkut perbaikan masalah-masalah di tingkat keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta.
Untuk isu kebangsaan, Persyarikatan Muhammadiyah akan mengangkat sembilan isu bahasan. Demikian terang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafiq Mughni dalam acara Gerakan Subuh Mengaji, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, awal November.
“Soal isu kebangsaan, Muhammadiyah jelas sekali dengan rumusan Darul Ahdi Wa Syahadah, negara perjanjian dan negara persaksian yang itu memperkuat komitmen Muhammadiyah membangun bangsa ini. Bagaimana negara kita menjadi negara adil, makmur dan mendapat ridha Allah Swt. Saya kira komitmen seperti ini tidak diragukan lagi dan sudah ditunjukkan Muhammadiyah dengan dakwah amar makruf nahi munkar untuk memperbaiki, memperkuat negara kita,” ujar Syafiq.
Baca Juga: Pimpinan NU-Muhammadiyah Bertemu, Peran Umat Islam Majukan Indonesia
“Di dalam kerangka mewujudkan Darul Ahdi Wa Syahadah itu ada beberapa isu yang menurut catatan Muhammadiyah penting untuk disikapi dan kemudian mengajak seluruh masyarakat, negara, lembaga-lembaga negara untuk bersama-sama mewujudkan situasi kebangsaan yang lebih baik,” imbuhnya.
Adapun isu kebangsaan pertama adalah soal usaha memperkuat ketahanan keluarga demi terciptanya ketahanan masyarakat dan ketahanan negara.
Isu kebangsaan kedua adalah soal reformasi sistem pemilu. Hal ini diperlukan mengingat politik telah tersandera kepentingan oligarki sehingga mendistorsi tujuan pemilu.
“Maka UU Pemilu yang tidak pro demokrasi, tidak pro kesejahteraan rakyat yang bisa menyebabkan rusaknya negara ini secara umum antara lain bersumber dari sistem pemilu yang tidak sehat dan tidak baik,” kata Syafiq.
Isu kebangsaan ketiga adalah soal suksesi kepemimpinan 2024. Menurut Syafiq, Muhammadiyah berharap suksesi ini berhasil melahirkan pemimpin yang berkualitas, bukan pemimpin yang tersandera oleh investor dan kepentingan oligarki, tapi benar-benar melahirkan pemimpin yang capable dan benar-benar memiliki kualitas untuk memimpin bangsa Indonesia.
Isu kebangsaan keempat adalah soal evaluasi deradikalisasi yang sering disalahgunakan.
“Jangan sampai ada usaha deradikalisasi hanya untuk memojokkan kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan dengan orang lain,” ucap Syafiq.
Isu kebangsaan kelima adalah soal memperkuat keadilah hukum. Pasalnya menurut Syafiq, penegakan hukum masih lemah, bahkan sebagian dari hukum itu tidak pro keadilan dan tidak sehat dan ada tebang pilih.
Isu kebangsaan keenam adalah soal penataan ruang publik yang inklusif dan adil. Kata Syafiq perlu adanya penataan ruang publik yang ramah terhadap semua kelompok, termasuk difabel.
Isu kebangsaan ketujuh adalah soal memperkuat regulasi sistem resiliensi bencana. Indonesia sebagai negara rawan bencana alam dianggap perlu mendidik masyakarakatnya supaya menjadi kelompok tangguh bencana.
“Bagaimana kita menjaga lingkungan kita supaya tidak menjadi lebih rentan terhadap bencana itu dan bagaimana kita membangun sistem teologi kebencanaan, yang itu sudah dirumuskan tarjih dan MDMC,” kata Syafiq.
Isu kebangsaan kedelapan adalah soal antisipasi aging population (usia manula).
Baca Juga: Melihat Tiga Tantangan Muhammadiyah ke Depan
“Nanti proporsi senior sangat tinggi, usia produktif menurun. Karena itu, kita perlu memperhatikan bagaimana kepetningan masyarakat senior itu apalagi di daerah perkotaan yang hubungan antar individu sangat longgar perlu kita lakukan antisipasi sebaik mungkin,” ujar Syafiq.
Adapun Isu kebangsaan kesembilan, adalah memperkuat integrasi nasional.
“Bagaimana negara kita supaya terintegrasi, tidak terpecah-pecah, tidak ada konflik antar wilayah, tidak ada ketidakadilan antara daerah satu dengan daerah yang lain,” pungkasnya.
(IMF/sumber: muhammadiyah.or.id)
One thought on “Sembilan Isu Kebangsaan dalam Muktamar Muhammadiyah”