Oleh Noryamin Aini (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Banyak cara untuk menguji kebenaran dan kesalehan. Sampai-sampai, ada cara konyol untuk menguji kebenaran, seperti kiat Siti Khadijah saat menguji kebenaran sosok malaikat Jibril yang mendatangi Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan wahyu.
——o0o——
Menjelang menerima wahyu pertama, Muhammad bin Abdullah suka uzlah (menyendiri untuk tafakkur, merenung diri) di gua Hira. Beliau galau melihat fenomena jahālah (kebodohan dan kesesatan) Arab musyrik Mekkah saat itu. Mereka terbiasa membuat roti untuk disembah. Setelah proses ritual selesai, roti tersebut dikonsumsi, seperti pesta makan Tuhan. Di kasus lain, agar tidak menjadi beban sosial dan moral di kemudian hari seperti menjadi budak musuh yang menang perang, bayi perempuan dikubur hidup-hidup. Biadab dan absurd!
Uzlah Muhammad bin Abdullah bisa untuk jangka waktu beberapa hari. Kerabatnya secara berkala menyuplai bahan logistik kebutuhan uzlah tersebut. Suatu hari, Muhammad pulang ketakutan setelah beberapa hari beruzlah. Wajah Muhammad terlihat pucat pasi. Tubuhnya gemetar, dan berkeringat dingin. Ini adalah indikasi ketakutan yang dahsyat setelah beliau didatangi dan didekap erat oleh sosok misterius di gua. Sesampainya di rumah, seperti anak kecil yang super ketakutan, Muhammad meminta istrinya, Siti Khadijah, mengunci pintu, menyelimuti, dan menutup wajahnya, agar dia tidak lagi melihat sosok aneh yang menakutkan di gua.
Tanpa banyak tanya, Khadijah langsung dengan cekatan dan penuh cinta-kasih menyelimuti suami tersayangnya. Sesaat, Muhammad sudah mulai tenang. Beliau kemudian bercerita kepada istrinya tentang pengalaman yang menakutkan di gua Hira. Khadijah awalnya khawatir. Namun, kisah yang dituturkan oleh suaminya membuat batinnya tampak tenang. Dia melihat kebenaran tanda nubuwwah (kenabian) Muhammad seperti ciri-ciri yang pernah diceritakan oleh pendeta Nasrani.
Sahabat!
Masyarakat Arab Jahiliah pra Islam tidak mengenal, minimal tidak akrab dengan tanda-tanda nubuwwah Muhammad, juga profil Jibril, sang malaikat perantara proses pewahyuan al-Quran. Dalam narasi sejarah Islam, Muhammad, juga kerabatnya, tidak mengetahui tanda-tanda khusus nubuwwah, serta profil malaikat Jibril. Masyarakat Arab Jahiliah hanya mengenal kisah rakyat bahwa malaikat adalah makhluk suci yang terbebas, dan tidak menyukai dosa, maksiat, keburukan, kemunkaran, dan kenistaan.
Ada konteks kenapa masyarakat Arab Mekkah, pra Islam, tidak mengenal tanda nubuwwah. Hidup religi Arab Jahiliah, saat itu, bercorak paganis, penyembah berhala. Literasi agama wahyu adalah asing bagi mereka. Tidak ada di antara mereka yang memeluk agama Yahudi atau Nasrani. Di Mekkah, saat itu, tidak ada komunitas Yahudi dan Nasrani. Bahkan warga Mekkah tidak pernah berinteraksi intensif dengan komunitas Yahudi dan Nasrani yang menetap di kota jiran, Yastrib (Madinah).
Tanpa interaksi sosial, kultural dan religius dengan komunitas Yahudi dan Nasrani, warga Arab musyrik Mekkah tidak pernah mendapat pencerahan tentang tanda-tanda nubuwwah Muhammad. Tanda nubuwwah hanya dijelaskan secara eksklusif di lembaran Kitab Suci Samawi (Taurat dan Injil) atau lewat narasi verbal dari lidah rahib (pendeta) Yahudi dan Nasrani. Hanya para rahib Yahudi dan Nasrani, yang mengetahui rincian ciri-ciri nubuwwah Muhammad, dan ciri malaikat Jibril, sipembawa wahyu untuk Muhammad.
Intinya, ciri-ciri nubuwwah Muhammad dan profil malaikat Jibril tidak dikenal oleh warga Arab Jahiliah. Keluarga Muhammad bin Abdullah dari klan Quraisy juga tidak mengenal detail tanda nubuwwah. Satu keberuntungan, terlahir dari keluarga pendeta Nasrani, Khadijah mengenali, dengan cermat dan baik, tanda-tanda nubuwwah Muhammad.
Sebetulnya, paman Muhammad, Abu Thalib sudah pernah mendapat penjelasan singkat ciri nubuwwah beliau dari seorang rahib saat ekspedisi niaga ke negeri Syam. Namun penjelasan sepintas tidak cukup membuat keluarga Muhammad kritis mengulik bukti ciri-ciri nubuwwah yang dijelaskan rahib Nasrani.
Sahabat!
Adalah satu kelaziman naluriah, manusia akan terkagetkan, bahkan takut kepada kehadiran sosok asing, misterius, terutama dengan gelagat dan perilaku yang aneh, dan intimidatif. Muhammad juga memiliki naluri kekagetan dan ketakutan tersebut. Saat di gua Hira, dalam temarang cahaya gua yang agak gelap, Muhammad dikagetkan dengan kehadiran sosok misterius. Sosok ini berjubah putih, dan bertubuh tinggi besar, dibanding ukur standar manusia Arab.
Tiba-tiba sosok putih tersebut, tanpa prolog, tanpa basa-basi, langsung meminta Muhammad untuk membaca tanpa ada teks yang disodorkan. Dengan tubuh gemetar karena kaget dan takut, Muhammad menjawab singkat “Saya tidak mampu membaca”. Permintaan sosok berjubah putih diulang sampai 3 kali, dan jawaban Muhammad tetap sama.
Setiap jawaban “Saya tidak mampu membaca,” sosok misterius lalu mendekap erat Muhammad. Muhammad sangat ketakutan dalam ketidakberdayaan di dekapan sosok aneh tersebut. Akhirnya, sosok berjubah putih mentalqīn (membaca pelan dan menuntun) Muhammad untuk mengulangi 5 fragmen teks Arab.
Setelah Muhammad mampu menghafal 5 ayat tersebut, sosok misterius tersebut pamit, tanpa menjelaskan identitasnya, juga tanpa memberitahu kedudukan kelima potongan teks Arab yang dibacakan. Belakangan diketahui bahwa sosok yang berpenampilan rapi, bersih, ramah, dan kharismatik tersebut adalah malaikat Jibril, serta 5 potongan teks Arab tersebut adalah 5 ayat awal surat al-‘Alaq.
Pengalaman berjumpa dengan sosok misterius di gua Hira sangat menakutkan bagi Muhammad, dan traumatik. Berhari-hari Muhammad mengunci diri di rumah dalam psikologi ketakutan. Beliau juga meminta istrinya untuk mewaspadai kedatangan sosok misterius tersebut. Atas permintaan istrinya, Muhammad mendeskripsikan ciri-ciri fisik dan aura spiritual sosok berjubah putih.
Berdasarkan deskripsi ciri-ciri fisik dan aura spiritual tersebut, Siti Khadijah berkesimpulan tanpa keraguan bahwa sosok misterius tersebut adalah malaikat Jibril yang sengaja menjumpai Muhammad untuk menyampaikan wahyu. Akhirnya, antara suami dan istri, disepakati bahwa jika nanti sosok berjubah putih tersebut datang bertamu, Muhammad harus memberitahu istrinya.
Suatu hari, sosok yang berjubah putih datang bertamu ke kediaman keluarga Muhammad. Saat melihat sosok tersebut, Muhammad terlihat kembali gemetar ketakutan akibat trauma di gua Hira. Beliau kemudian memberitahu istrinya.
Khadijah dengan sigap dan protektif kepada suaminya menyambut sosok misterius yang membuatnya ketakutan. Kedatangan tamu yang berjubah putih kembali membuat Muhammad pucat pasi, bahkan sok dengan tubuh gemetar. Dengan caranya sendiri, saat berhadapan dengan tamu misterius ini, Khadijah menyingkap sedikit pakaiannya yang menutup aurat di bagian kaki.
Menurut sebuah kisah, Khadijah sengaja menyingkap sedikit bagian pakaian yang menutup aurat betis sampai ke pangkal paha. Setelah melihat aurat betis Khadijah, tamu misterius tersebut memalingkan muka, lalu pergi tanpa kalam, dan tanpa salam.
Di saat ketakutan, Muhammad berusaha menghindari bertatapan wajah dengan tamu misterius. Namun karena kediamannya kecil dan sempit, Muhammad tidak bisa menjauh dari tamu. Beliau hanya bisa memejamkan mata agar tidak melihat tamu asing tadi.
Sesaat setelah suasana tenang, Muhammad bertanya kepada Khadijah apakah tamu misterius (malaikat Jibril), dan pernah ditemuinya di gua Hira, sudah pergi. Khadijah menjawab “Sudah, sayang”. Muhammad kemudian tenang. Kehangatan di rumah mereka kembali normal.
Sahabat!
Ada guyonan tentang kepergian malaikat Jibril dari rumah keluarga Muhammad bin Abdullah. Ternyata, Khadijah sengaja membuka sedikit belahan pakaian di bagian betis bahkan sampai ke pangkal paha, sampai auratnya tersingkap. Motifnya adalah untuk menguji kebenaran sosok malaikat Jibril yang datang bertamu ke rumahnya.
Secara teologis, malaikat, terutama Jibril, adalah makhluk mulia, tanpa dosa, dan tanpa nafsu. Mereka tidak menyukai keburukan; tepatnya semua hal-hal yang negatif. Malaikat terusik dan tidak suka menatap penampakan hal-hal yang haram, seperti aurat. Karenanya, saat melihat aurat Khadijah terbuka, Jibril spontan memalingkan wajah dari Khadijah, dan terus pergi. Khadijah dengan keyakinan absolut memastikan bahwa sosok berjubah putih adalah malaikat Jibril.
Ada pelajaran indah dan menarik di balik selubung lucu dari kiat Khadijah menguji kebenaran sosok Jibril yang sebelumnya telah membuat Muhammad ketakutan. Ingatlah bahwa mata, hati, dan qalbun yang salīm, bersih, baik, dan saleh, seperti kesucian zat malaikat, akan bereaksi spontan menolak dan menentang keburukan (kemunkaran) dan dosa. Jibril telah memperlihatkan entitas naluri spiritual ini.
Kisah Khadijah di atas mengajarkan sikap religius orang beriman. Dari kisah ini, kita belajar satu auto kritik tentang kualitas jati diri dan iman kita sebagai seorang muslim yang baik. Dalam psikologi iman dan kesucian qalbu, setiap jengkal dan elemen dosa, kemunkaran, dan keburukan, mata seorang mukmin seharusnya bereaksi menghindar. Qalbu yang suci-bening orang beriman tidak akan menikmati dosa dan segala perwujudan keburukan.
Satu catatan bahwa jika dosa, aurat dan keburukan tidak membuat kita berpaling darinya, keadaan seperti ini adalah tanda hakiki yang valid (benar), dan reliabel (dapat dipercaya) bahwa ada hal yang salah, minimal ada cacat atau noktah noda hitam di bilik-bilik qalbu kita. Kondisi psiko-religi seperti ini menandakan bahwa kita belum menjadi seorang mukmin dan muslim yang baik.
Sahabat!
Naluri risih, takut dan aksi penolakan terhadap dosa dan keburukan bersifat spontan, seperti gaya gerak refleks tubuh kita saat tersentuh panas. Tanpa berpikir rasional, tentang untung rugi, kesadaran spontan fisiologis manusia akan bereaksi terhadap sengat panas pada tubuh.
Getar qalbu dan psikologi taubat orang beriman terhadap dosa dan segala wujud maksiat dan keburukan, juga, seharusnya, seperti gerak refleks tubuh kita saat merespon sengat panas, atau sentuhan benda asing yang terasa membahayakan.
Akhirnya, setelah hari ini seharian beraktivitas, dengan ragam keadaan godaan, dan tantangan, apakah qalbu dan mata batin kelas malaikat kita sudah bereaksi spontan, refleks menghindar menikmati dosa, saat kita melihat fenomena dosa, maksiat dan keburukan? atau qalbu dan mata Iblis-setan kita justru asyik menikmatinya, sambil akal mencari pembenarannya? Semua tergantung pilihan (ikhtiar) kita, dan kita pasti akan menanggung segala akibat religiusnya.
Ingat! Jibril langsung memalingkan wajah ketika tidak sengaja melihat aurat Siti Khadijah. Cukuplah keteladan Jibril menjadi pelajaran dan tuntunan penting dan menohok qalbu orang beriman untuk menjadi lebih baik.
Tunggu apa lagi? Say No pada kemunkaran dan dosa. Just Do It.
[RAN/Foto: gurusiana.id]