Oleh Noryamin Aini (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
“Allah maha berkehendak dan maha berkuasa”.
Pagi ini, saya mendapat WA tentang kondisi sahabat kuliahku, 30 tahun lalu. Namanya Danang Satria. Usianya memang sudah sepuh. Namun, penampilannya tetap ceria dan sangat peduli dengan kesulitan sesama. Saat ini, pa Danang mengindap kanker getah bening, dan kondisinya melemah.
Tanggal 19 Juli 2022 lalu, saya dan puteraku membezuk pa Danang, sehari sebelum beliau menjadi operasi pengangkatan sebagian sel kanker getah bening. Hasil tes biopsi menunjukkan bahwa sebaran sel kanker getah bening yang menyerang pa Danang telah menyebar cepat ke banyak organ vital. Kedua kakinya membengkak, lambungnya sudah tidak nyaman menerima asupan minuman dan makanan; limpanya juga sakit; dan lambungnya mengeras yang kemudian mengganggu ritme gerak nafas paru-parunya.
Pa Danang (didampingi oleh anaknya yang dokter) sudah melakukan banyak hal dengan level usaha kelas purna. Beliau terus berjuang. Semangat dan kebaikannya membuatkan saya menuliskan beberapa kalimat berikut.
Sahabat!
Saat batas kuasa dan usaha manusia sudah maksimal, walaupun berat, tetapi inilah momentum indah ujian untuk menentukan kualitas qalbu seorang hamba yang meyakini kuasa dan mukjizat Allah. Manusia berkehendak, tetapi, Allah memiliki otoritas yang bisa saja menganulirnya. Namun, kasih sayang Allah membuat orang beriman untuk selalu positif dan optimis menjalani setiap kesulitan hidup ini.
Dalam kondisi seperti ini, qalbu yang penuh iman dengan kualitas super akan tersenyum dan berkata, “Ya Rabb, inilah saat kehendak mutlak-Mu yang akan menentukan semua yang terbaik untuk keadaan hamba. Hamba pasrahkan dan ikhlaskan semuanya pada-Mu. Hamba yakin tanpa sedikit keraguan bahwa takdir-Mu pasti adalah pilihan yang terbaik untuk hamba. Qalbu hamba damai dengan kasih-sayang-Mu”.
Iman seperti gambaran di atas adalah keyakinan kelas dewa. Kata seorang sufi tentang iman kelas dewa bahwa “kalau sebatas meyakini keberadaan dan kuasa Allah, itu sangat gampang. Namun, iman yang tersulit adalah menerima semua takdir Allah; kehendak Allah.” Bukankah takdir Allah dan eksekusinya sering tidak sejalan dengan pinta kita? Ini adalah materi ujian kompetensi iman dengan ketaqwaan, keikhlasan dan kepasrahan kelas dewa.
“Alangkah beruntungnya hamba yang diberi kesempatan untuk mengikuti uji sertifikasi kompetensi kualitas iman kelas dewa ini.”
Pa Danang nampaknya lulus dalam tes kompetensi iman kelas dewa ini. Wajahnya tidak membenci takdir, seperti daun yang jatuh tidak pernah membenci hembusan angin yang membuatnya terkapar di tanah. Inilah hasil final keimanan di puncak otoritas kuasa Allah.
Lalu bagaimana dengan giliran kualitas keimanan kita, saatnya nanti, diuji oleh Allah? mungkin dengan model tes yang berbeda?
Sahabat!
Hanya keimanan yang penuh kelembutan qalbu, penuh kebeningan ikhlas, dan kepasrahan tanpa keraguan, akan sukses menapaki tangga puncak kemuliaan, dan akan mengalami mi’raj ruhiah menghadiri undangan Allah bagi hamba-hamba istimewa-Nya. Kondisi ini pasti juga adalah mimpi kita, minimal harapanku.
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang! Kembalilah kalian kepada Tuhan-Mu dengan hati yang puas (ridlo), tanpa beban, lagi diridhoi-Nya! Silahkan kalian bergabung membaur ke dalam komunitas hamba-hamba-Ku (yang diberkahi dan dikasihi). Silahkan kalian masuk, dan menikmati jamuan super istimewa-Ku di surga-Ku!” [QS. 89 :27-30]
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُسْنَ الْخَاتِمَةِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سُوْءِ الْخَاتِمَةِ وَشَرِّ الْعَاقِبَةِ
Ya Allah, kami bermohon keindahan pamungkas (hidup kami); dan kami berlindung dari-Mu dari segala aspek negatif ujung hidup kami. Kami juga berlindung (dari-Mu) dari segala efek bengis dari semua keburukan amaliah kami. Amin
[RAN/Foto: Net]