Melihat Posisi Anak Angkat, Dapat Wariskah?

Terdapat aturan kelompok yang menjadi ahli waris sebagaimana diatur dalam kompilasi hukum Islam.

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Harapan agar memiliki keturunan dalam setiap perkawinan yang sah secara agama dan negara menjadi idaman setiap keluarga. Sebab anak menjadi keturunan yang melanjutkan berbagai kepemilikan kedua orang tuanya. Begitupula anak shaleh/shaleha kelak menjadi ‘investasi’ bagi kedua orang tuanya di akhirat.

Namun harapan setiap  pasangan suami istri yang dalam perkawinan tak selalu sama fakta di lapangan. Sebab ada pula pasangan yang tidak dikaruniai keturunan. Walhasil, pasangan suami istri memutuskan mengadopsi atau mengangkat dua  anak.  Persoalan muncul ketika anak menjadi dewasa. Sementara setiap yang bernyawa merasakan mati. Orang tua ketika wafat, meninggalkan warisan. Lantas bagaimana posisi dan hak anak angkat dalam waris?.

Di Indonesia terdapat kompilasi hukum Islam (KHI). Nah dalam KHI pun antara mengatur soal pembagian waris. Dalam kaitannya soal dapat tidaknya anak angkat mendapatkan waris, perlu mengacu pada Pasal 174 ayat (1) KHI yang menyebutkan “kelompok-kelompok ahli waris  terdiri dari: a. Menurut hubungan darah: golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.  Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak: perempuan, saudara perempuan dari nenek.  b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda”.

Bila mengacu pada  rumusan Pasal 174 ayat (1), posisi anak angkat tidaklah mendapat porsi bagian waris dari orang tua angkatnya. Sebab anak angkat tak masuk dalam kategori kelompok ahli waris. Namun demikian, anak angkat bisa mendapat bagian dari warisan tersebut dengan jalan wasiat wajibah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 209 ayat (2) KHI yang menyebutkan, “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”.

Mengacu pada Fatwa Tarjih, dijelaskan terkait tata cara pembagiannya. Pertama, harta gono gini (bersama) dibagi terlebih dahulu. Separuh bagi si mayit dan separuh lainnya bagi suami/istri. Kedua, wasiat wajibah dari harta milik si mayit (ayah angkat) diberikan terlebih dahulu kepada dua anak angkat. Adapun ketentuan pemberian wasiat wajibah adalah sebanyak-banyaknya 1/3. Bagian untuk anak angkat laki-laki adalah 2 : 1 dengan bagian anak angkat perempuan.

Nah, keterangan ini diqiyaskan pada ketentuan bagian anak kandung laki-laki dan perempuan sebagaimana firman Allah dalam QS. an-Nisa ayat 11. Dalam praktiknya, ketentuan tersebut bisa tidak diterapkan apabila kedua belah pihak melakukan al-Shulhu (perdamaian). Yakni dengan perjanjian perdamaian ini, pembagian wasiat wajibah dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (anak angkat laki-laki dan perempuan).

Ketiga, setelah wasiat wajibah diberikan, sisa harta si mayit dibagikan kepada ahli waris dengan ketentuan: 1) janda mendapat bagian sebesar ¼ karena si mayit tidak memiliki anak kandung (QS. an-Nisa: 12); 2) ibu si mayit mendapat bagian sebesar 1/3 dari sisa bagian si janda (QS. an-Nisa: 11); dan 3) ayah si mayit mendapat bagian ‘ashabah (sisa harta).

[AHR/Muhammadiyah/Ilustrasi: Bangkapos.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *