Hidayat Nurwahid: Kontribusi Tokoh Islam dalam Penyusunan Ideologi Negara

Karena digunakannya terminologi Al-quran dan hadis, serta bahasa Arab dalam menyusun sila-sila dalam Pancasila.

[JAMBI, MASJIDUNA] — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)  Hidayat Nur Wahid  mengatakan,  kontribusi  tokoh-tokoh agama Islam dalam penyusunan dasar dan ideologi Negera tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab mereka mampu bekerjasama, bertukar pikir serta bermufakat  dengan tokoh agama lain dan kelompok nasionalis, dan  berhasil merumuskan serta menyepakati Pancasila.

Dia menilai, salah satu bukti keterlibatan tokoh-tokoh Islam dengan digunakannya terminologi   Alquran, hadis serta bahasa Arab dalam menyusun sila-sila dalam Pancasila. Seperti Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti ajaran Tauhid. Kata adil dan beradab pada sila kedua diambil dari terminologi Alquran dan As-sunah. Begitupula kerakyatan dan perwakilan pada sila keempat, serta kelima yang merupakan istilah dalam bahasa Arab.

“Penggunaan kata-kata tersebut, tidak mungkin dilakukan oleh orang awam. Bahkan,  istilah itu memperlihatkan bahwa pengusulnya memiliki pengetahuan dan wawasan yang sangat kuat terhadap Al-Qur’an, Hadis dan bahasa Arab. Dan itu hanya mungkin dilakukan oleh para ulama dan tokoh agama Islam,” ujarnya secara daring di hadapan pengurus dan simpatisan PKS Provinsi Jambi, Sabtu (30/10/2021).

Menurutnya, rentetan fakta sejarah, sumbangsih para ulama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitai Sembilan maupun PPKI terhadap bangsa dan negara Indonesia,  sudah semestinya umat Islam berada di garda terdepan dalam upaya-upaya mempertahankan dan melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Bukan  sebaliknya, malah mengkafirkan atau membid’ahkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Sebab, kata Hidayat, tak semua yang tidak ada di zaman Nabi  dikategorikan bid’ah.

“Ini adalah urusan  muamalah, bukan aqidah maupun ibadah. Jadi tidak bisa dikatakan bid’ah. Apalagi sesuatu yang belum ada dizaman Nabi, tidak serta Merta masuk kategori bid’ah. Televisi dan internet misalnya, tidak ada dizaman Nabi, bahkan diciptakan oleh orang barat, itupun tidak bisa dibid’ahkan,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berpendapat, Indonesia bukanlah  negara yang berdasar Agama. Namun pula bukan negara  yang mendasarinya pada idelogi komunis apalagi ateis. Sebaliknya, negara Indonesia ditegaskan pada Sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. “Sila pertama Pancasila ini diterjemahkan oleh Ki Bagus Hadikusumo sebagai ketauhidan, atau pengakuan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa,” pungkasnya.

[AHR/Foto: Isitimewa]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *