Mulai ketentuan kadar alkohol, hingga tata niaga yang terbatas.
[JAKARTA, MASJIDUNA] — Pro kontra aturan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) masih terjadi di tengah masyarakat. Namun bagi masyarakat muslim, minuman beralkohol harga mati agar tidak dikonsumsi lantaran dilarang oleh agama. Setidaknya RUU Minol mesti mengatur empat hal.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti berpandangan empat hal yang mesti diatur dalam RUU Larangan Minol. Pertama, ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan. Kedua, kriteria batas usia minimal yang diperbolehkan mengkonsumsi Minol
Ketiga, tempat konsumsi yang legal. Keempat, serta tata niaga/distribusi yang terbatas. Baginiya empat poin tersebut menjadi keharusan pengaturan dalam draf RUU Larangan Minol. Tak kalah penting, RUU tersebut bukanlah upaya mengislamisasi aturan. Sebab banyak negara yang mengatur secara ketat konsumsi maupun distribusi Minol.
“Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha Islamisasi,” ujarnya, Senin (16/11).
Baginya, melalui empat hal tersebut menjadi mendesak aturan RUU Larangan Minol. Sebab konsumsi alkohol menjadi satu dari sekian masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas dan keamanan. Tak dipungkiri banyak aksi kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal dan berbagai penyakit bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan.
Sebelumnya, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia Rofiqul Umam Ahmad mendesak regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Dalam pandangan Islam, kata dia, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan.
Menurutnya, sejak 2017 MUI sudah membahas masalah tersebut dan merancang materi yang mendalam. Karena itu, MUI siap memberikan masukan untuk menyempurnakan RUU ini bila diperlukan.
[AHR/Foto:Hidayatullah.com]