Empat Alasan Optimisme Indonesia jadi Destinasi Produk Halal Dunia

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Di tengah pendemik Covid -19 tak menyurutkan optimisme Indonesia menjadi destinasi ekonoomi syariah dan  produk halal dunia. Setidaknya terdapat beberapa alasan. Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainud Tauhid Sa’adi dalam khutbah shalat idul adha, Jumat (31/7).

“Optimisme Indonesia menjadi destinasi utama ekonomi syariah dan produk halal dunia, bukan tanpa alasan,” ujarnya.

Pertama, penduduk Indonesia beragama Islam terbesar di dunia membawa keuntungan tersendiri sebagai pangsa pasar halal yang sangat potensial dan menantang. Menurutnya, Jumlah penduduk beragama Islam mencapai 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia.

Setidaknya 13,1% dari seluruh muslim di dunia. Dengan persentase 13,1% pun permintaan tentang produk dan jasa halal dipastikan bakal mengalami peningkatan. Dengan  kata lain, ‘keuntungan demografik’ Indonesia memiliki kesempatan dalam pengembangan Industri halal dunia.

“Bahkan hanya bermain pada lokal market saja, sebenarnya cukup bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan industri halal,” katanya.

Kedua, perkembangan ekonomi syariah sangat menjanjikan. Mulai perbankan syariah, keuangan syariah, asuransi hingga reksadana syariah. Menurutnya, market share perbankan syariah sudah di kisaran 5,7 persen. Meski demikian masih terbilang kalah dari market share perbankan konvensional yang berada di 94,3 persen.

“Pertumbuhan perbankan syariah mencapai 14,6 persen secara tahun ke tahun. Sektor syariah lainnya juga berada pada dinamika yang positif dan menguntungkan,” tambahnya.

Ketiga, ekosistem halal di Indonesia mengalami perbaikan dan kian variatif. Mulai makanan halal, pakaian muslim, pariwisata halal, pendidikan Islam, haji dan umrah, zakat, sedekah hingga wakaf. Dia menilai, pertumbuhan ekosistem halal mendongkrak pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah.

Makanan halal memiliki potensi Rp2.300 triliun, islamic fashion potensinya hingga Rp190 triliun. Sementara pariwisata halal kisaran Rp135 triliun, haji dan umrah sebesar Rp120 triliun, serta  pendidikan memiliki potensi Rp40 triliun. Nah dalam memperkuat ekosistem ini, Indonesia telah menetapkan 10 sektor yang secara ekonomi dan bisnis berkontribusi besar dalam industri halal.  Antara lain industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fesyen, kosmetik, keuangan syariah, farmasi, media dan rekreasional, kebugaran, pendidikan, dan seni budaya.

Keempat, Indonesia telah menjadi pemain besar pengekspor produk halal ke negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dengan nilai AS$8,7 miliar, meski masih didominasi bahan mentah.   Menurutnya, Indonesia diakui oleh negara-negara OKI sebagai pemilik potensi yang besar dalam pengembangan industri halal.

“Ibaratnya, jika selesai masalah halal di Indonesia, selesai pula masalah dunia,” ujarnya

Wakil Menteri Agama itu menyarankan, selain menjalin  kerjasama bisnis, para pengusaha Indonesia harus taat regulasi halal. “Karena itu menjadi pintu masuk agar diterima oleh negara-negara Arab dan Timur Tengah yang sangat memperhatikan sertifikasi halal,” pungkasnya.

[AHR/MUI/Foto:kompas.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *