[JAKARTA, MASJIDUNA]— Nama Ibnu Qayyim Al-Jauziah di Indonesia cukup dikenal karena karya-karyanya. Salah satu ciri dari pendapat-pendapat ulama bernama lengkap Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakar ini, adalah puritan atau tegas terutama terkait dengan hukum agama yang dinilai menyimpang.
Ibnu Qayyim adalah anak dari Abi Bakar, seorang ulama besar dan kurator (qayyim) pada Madrasah al-Jauziah di Damaskus. Dari sinilah nama Ibnu Qayyim Al-Jauziah diambil.
Kabarnya, ulama yang lahir di Damaskus pada 691 Hijriah atau 1292 Masehi itu, pernah diarak sambil dihina dan dicambuk bersama gurunya – Ibnu Taimiyah-, gara-gara menentang anjuran agar berziarah ke makam para wali.
Ibnu Qayim memang penganut mazhab Hambali, yang tak jarang sering berbeda pendapat dengan sesama ulama Hanabilah. Itu karena keteguhannya pada pendirian, terutama menolak taklid buta.
Namun, terlepas dari keteguhan dan cara mempertahankan pendapat yang terbilang “keras”, Ibnu Qayyim adalah sosok ulama yang produktif dalam menulis. Hal itu menunjukkan keluasan ilmu agama yang dia kuasai.
Setidaknya ada 49 buah karya yang dia tulis, meliputi berbagai disiplin ilmu. Di antara karyanya: Tahzib Sunan Abi Dawud, Safar al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain (Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu Dua Kebahagiaan), Madarij as-Salikin (Tahapan-tahapan Ahli Suluk), Syarh Asma’ al-Kitab al-Aziz (Ulasan tentang Nama-Nama al-Kitab), Zad al-Ma’ad fi Hadyil ‘Ibad (Bekal untuk Mencapai Tujuan Akhir Seorang Hamba), Naqd al-Manqul wa al-Mahq al-Mumayyiz bain al-Mardud wa al-Maqbul (Kritik terhadap Hadits untuk Membedakan Yang Ditolak dan Diterima).
Karya-karyanya yang lain adalah Nuzhah al-Musytaqin wa Raudah al-Muhibbin (Hiburan bagi Celaka dan Taman bagi Pecinta), Tuhfah al-Wadud fi Ahkam al-Maulud (Kehancuran Pecinta dalam Menentukan Hukum-Hukum Maulid), Miftah Darisi as-Sa’adah (Kunci bagi Pencari Kebahagiaan), Tafdilu Makkah ‘ala al-Madinah (Keutamaan Makkah dan Madinah), Butlan al-Kimiya’ min Arba’ina Wahjan (Kebatilan Kimia dari 40 Aspek), As-Sirat al-Mustaqim fi Ahkam Ahl al-Jahim (Jalan Lurus mengenai Hukum-Hukum Ahli Neraka), dan I’lam al-Mawaqqi’in ‘an Rabbi al-‘Alamin (Pemberitahuan tentang Tuhan Semesta Alam).
Dari seluruh karya tulisnya yang hingga kini masih dikaji, memperlihatkan kualitas dirinya. Bahwa seorang ulama itu sebaiknya menghasilkan karya, agar argumen dan pemikirannya bisa dibaca dari generasi ke generasi. Umat terbiasa dengan bacaan dan hujjah yang meyakinkan. Dengan cara inilah perbedaan pendapat menjadi indah.
Ibnu Qayyim meninggal di Damaskus pada 751 Hijriah atau 1352 Masehi.
(IMF/foto: tokopedia)