[JAKARTA, MASJIDUNA]—Barangkali tidak ada profesi yang paling ditakutkan di masa pandemi corona seperti saat ini selain pemulasaraan jenazah. Mulai dari memandikan hingga mengkafani. Bayangkan, ketika jenazah harus dimandikan, sementara wabah masih menggila dan bisa menjangkiti siapa saja.
Hal itu pula yang dirasakan Rahmi Kusbandiyah Sya’ban, penyuluh agama Islam Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang memandikan jenazah di panti jompo di sana.
“Di tengah covid-19, tugas harus terus berjalan. Pengurusan jenazah di Panti Jompo Mataram NTB. Penyuluh Agama Islam Kota Mataram NTB bergerak. Penyuluh mengabdi,” demikian Rahmi menulis dalam postingan di facebook 10 Mei 2020.
Para lansia yang menghuni panti jompo memang masuk dalam kategori ODP (Orang Dalam Pengawasan) Corona. Sedangkan pasien positif corona menjadi tanggungjawab rumah sakit dengan pemulsaaraan sesuai standar pasien covid19.
Menurut Rahmi, saat pertama harus menghadapi orang tua yang meninggal di panti jompo, dia merasa khawatir. “Pertama yang kami rasakan, ketakutan dan kekhawatiran itu pasti ada. Apalagi dalam suasana yang seperti ini,” katanya, seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
Namun kemudian ketakutan dan kekhawatiran yang ia rasakan pupus karena kesadaran akan kewajiban yang lebih besar sebagai seorang muslim, lebih khusus karena dirinya menyandang status sebagai Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) yang bertugas melayani masyarakat.
Apalagi, kewajiban sebagai muslim salah satunya adalah memulasara jenazah. Mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan.
“Nah kalau kita yang bisa saja tidak berani melakukannya, lalu siapa yang akan melakukannya? Berangkat dari sebuah kewajiban dan hati nurani, ditambah lagi kita harus ikhtiar dengan melengkapi diri dengan alat pelindung diri (APD), Bismillah kita lakukan,” imbuh penyuluh yang telah menjadi ASN Kemenag sejak tahun 2000 ini.
Rahmi menceritakan di masa pandemi Covid-19 ini, dirinya bersama empat penyuluh agama honorer Kota Mataram telah menyiapkan diri untuk melayani masyarakat, salah satunya memberikan kesediaan untuk mengurus jenazah pasien yang terpapar covid-19. “Terutama kami mengurus pasien yang ODP. Karena kalau jenazah berstatus Pasien Dalam Pengawasan, sesuai protokol diurus langsung oleh pihak rumah sakit,” ujar Rahmi.
Menurut Rahmi, peran penyuluh agama sebagai pendamping masyarakat amatlah penting di tengah pandemi covid-19 ini. Ia sadar kehadirannya di tengah masyarakat akan meringankan beban psikologis masyarakat untuk menghadapi pandemi.
Di Kota Mataram misalnya, masyarakat mulai merasakan ketegangan karena adanya Covid-19 sejak Maret lalu. “Kebetulan kita di Kota Mataram dan NTB secara umum kita mulai sangat-sangat waspada di bulan Maret. Saya sendiri memberikan penyuluhan melalui radio saat pandemi mulai merebak, kita sudah antisipasi sejak bulan Maret. Pertengahan Maret sudah mulai agak tegang, dan sudah ada pasien positif di NTB. Itu masyarakat sudah mulai ketakutan, dan mulai paranoid lah,” kisah Rahmi.
Namun berbekal ilmu dan keikhlasan, ibu dari tiga anak ini pun terus melakukan tugasnya untuk mengurus jenazah lansia ODP corona. “Semua pekerjaan punya risiko, kuncinya adalah luruskan niat. Semata-mata untuk ibadah. Cintai pekerjaan itu, dan happy mengerjakannya. Alhamdulillah saya mencintai pekerjaan saya sebagai penyuluh agama,” tutur Rahmi.
(IMF/foto: kemenag.go.id)