Pencerahan, Metode Dakwah Bil Hal Muhammadiyah

[PALU, MASJIDUNA] — Universitas Muhammadiyah  (Unismuh) Palu menyelenggarakan kuliah tamu bertemakan ‘Pemberdayaan Dalam Dakwah Muhammadiyah’. Agenda tersebut sebagai upaya civitas akademik agar lebih mengenal pemberdayaan masyarakat.

Wakil Rektor 1 Unismuh Palu, Rafiudin Nuruddin berpandangan, gerak dakwah pencerahan yang dilakukan Muhammadiyah tak saja dalam bentuk retoris, melainkan langkah-langkah konkrit yang disebut sebagai metode dakwah bil hal. Dakwah Muhammadiyah, setidaknya dapat berdimensi pada pembebasan dan pencerahan.

“Dalam dua aspek ini, keberadaan kampus dan civitas akademika nya bisa saling kolaborasi untuk keberdayaan umat. Yang dijalankan dengan majelis di Muhammmadiyah,” ujarnya, Sabtu (8/2) kemarin.

Bentuk metode dakwah lainnya, disebut  derap pemebrdayaan. Menurutnya, program pemberdayaan antara lain pendampingan masyarakat, sebagai catur dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA).

Koordinator Komunitas Khusus MPM PP Muhammadiyah, Wuri Rahmawati menambahkan, pemberdayaan tak cukup dengan satu atau dua tahun. Namun pemberdayaan dilakukan dengan sustainable. caranya pun harus  bersinergi atau kolaboratif.

“Harus dilakukan dengan berkesinambungan. Sehingga dibutuhkan sinergi segala pihak,” ucapnya.

Dosen Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta pada program komunikasi ini menyarankan dibuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang memiliki sumberdaya untuk melakukan pemberdayaan. Misalnya dengan perguruan tinggi. Dia beralasan AUM memiliki sumberdaya insani yang berkompeten dalam penelitian, pendampingan dan pemberdayaan.

Wuri berharap, pasca terjadinya bencana alam di Palu pada September 2018 lalu bisa menjadi pelecut semangat untuk mengejar ketertinggalan. Ia menyakini, masyarakat Palu adalah masyarakat yang kuat dalam menghadapi segala cobaa dan masyarakat yang mampu menggerakkan diri dan kelompoknya menjadi lebih berdaya. Kesenjangan yang terjadi di suatu lingkup masyarakat tertentu dapat menjadi obyek dakwah. Pasalnya dalam tiap kesenjangan bakal ditemukan satu kelompok masyarakat tertindas.

“Baik tertindas secera struktural, kultural, ekonomi dan lain sebagainya. Maka dibutuhkan metode tersendiri supaya bisa masuk ke jenis-jenis masyarakat dengan segala kompleksitas nya,” tukasnya.

[AHR/Muhammadiyah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *