Ini Aturan Sinergi Kepemilikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Dalam rangka pengembangan perbankan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan sebuah peraturan. Yakni Peraturan OJK (POJK) Nomor 28/POJK.03/2019 tentang Sinergi Perbankan Dalam Satu Kepemilikan Untuk Pengembangan Perbankan Syariah.

Aturan tersebut diterbitkan  sebagai upaya dalam meningkatkan efisiensi industri perbankan syariah melalui pengoptimalan sumber daya Bank Umum oleh Bank Umum Syariah (BUS) yang memiliki hubungan kepemilikan.

Demikian disampaikan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Teguh Supangkat di Jakarta. Menurutnya sinergi perbankan merupakan kerjasama antara BUS dan Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan melalui pengoptimalan sumber daya manusia, teknologi informasi dan jaringan kantor milik Bank Umum

“Guna menunjang pelaksanaan kegiatan BUS yang memberikan nilai tambah bagi BUS dan Bank Umum,” ujarnya.

Dia berharap, penerbitan POJK dapat meningkatkan daya saing BUS dalam memberikan pelayanan kepada nasabah BUS serta memperluas akses layanan perbankan syariah. Khususnya  masyarakat yang belum mengenal, menggunakan, atau mendapatkan layanan perbankan syariah (inklusi keuangan).

Dikatakan Teguh, POJK ini memperluas ruang kerja sama yang dapat dilakukan oleh BUS dan Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan. Yakni hubungan kepemilikan vertikal (sinergi antara induk dan anak perusahaan), hubungan kepemilikan horizontal (sinergi antara sister company), maupun gabungan keduanya.

Dia mencontohkan, sinergi di bidang SDM antara lain penggunaan pihak independen komite pada Bank Umum untuk merangkap jabatan sebagai pihak independen pada komite BUS dan penggunaan sumber daya manusia Bank Umum sebagai anggota tambahan pada komite BUS. Sinergi di bidang TI contohnya adalah penggunaan data center (DC) dan disaster recovery center (DRC) Bank Umum oleh BUS.

Sedangkan sinergi di bidang jaringan kantor misalnya berupa pembukaan jaringan kantor BUS di alamat yang sama dengan jaringan kantor Bank Umum (co-location atau office sharing). “POJK ini bahkan memungkinan nasabah BUS dapat dilayani di jaringan kantor Bank Umum melalui kerja sama Layanan Syariah Bank Umum (LSBU),” katanya.

Namun demikian, Sinergi Perbankan tidak menghilangkan tanggung jawab BUS atas risiko dari kegiatan yang disinergikan dengan Bank Umum. Teguh bilang, sinergi perbankan yang diatur dalam POJK ini tidak termasuk penggunaan modal Bank Umum untuk perhitungan batas maksimum penyaluran dana (BMPD) BUS serta penggunaan manajemen Bank Umum (Direksi, Dewan Komisaris, DPS, komite yang wajib dibentuk oleh BUS, dan Pejabat Eksekutif) untuk merangkap jabatan sebagai manajemen BUS.

Untuk dapat melaksanakan Sinergi Perbankan, BUS dan Bank Umum harus mencantumkan rencana Sinergi Perbankan dalam rencana bisnis masing-masing dan mengajukan permohonan persetujuan kepada OJK. Permohonan persetujuan cukup diajukan oleh BUS (satu pintu).

Menurutnya, hingga Oktober 2019 terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total aset Rp499,98 triliun atau 6,01 persen dari seluruh aset perbankan nasional. Sementara Oktober 2019, aset perbankan syariah (BUS dan UUS) tumbuh 10,15 persen (yoy), Dana Pihak Ketiga tumbuh 13,03 persen (yoy) dan Pembiayaan Yang Diberikan (PYD) tumbuh 10,52 persen.

[AHR/Foto: kajian pustaka.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *