Majelis Taklim: Dirangkul Saat Kampanye, Diatur Setelah Menang

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Ribuan ustadzah dan ibu-ibu majelis taklim dari berbagai wilayah di Jawa Barat hadir di Bandung, Jawa Barat, November tahun lalu. Mereka sepakat mendukung pasangan nomor 01 Jokowi-Ma’ruf Amin.

Para pimpinan majelis taklim yang tergabung dalam Jaringan Kyai-Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat ini bertekad memenangkan pasangan 01 demi kemaslahatan bangsa.

Ketua JKSN Jawa Barat Rd. Ella Giri Komala mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memenangkan Joko Widodo-Maruf Amin demi kemaslahatan bangsa dan negara.

“Kami komitmen untuk mendukung penuh serta kerja keras dalam rangka pemenangan Joko Widodo-Kyai Maruf Amin,” katanya.

Sementara di Senayan, Jakarta, hanya beberapa pekan sebelum pencoblosan April 2019, Ma’ruf Amin yang ikut berkampanye sebagai calon wakil presiden yakin menang karena didukung ibu-ibu majelis taklim yang saat itu hadir.

Menurut Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ida Fauziyah (kini Menteri Tenaga Kerja) mengatakan, Himpunan Majelis Taklim se-Jabodetabek memberi dukungan karena pasangan calon nomor urut 01 dianggap mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara yang subur, makmur, adil, dan aman. Jokowi-Ma’ruf pun dianggap dapat mengembangkan Islam yang damai di Indonesia.

“Kami yakini Jokowi-Ma’ruf adalah sosok yang bisa membawa Indonesia maju lahir batin,” kata Ida kala itu.

Ibu-ibu majelis taklim jelas memberikan sumbangan suara yang nyata bagi kemenangan pasangan yang kini berkuasa. Mereka dirangkul karena sedang kampanye.

Tapi kondisi itu berbeda saat ini. Kelompok majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama berdasarkan Peraturan Menteri Agama nomor 29 Tahun 2019. Ihwal pendaftaran terdapat dalam BAB II (Pendaftaran): Majelis Taklim sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 harus terdaftar pada Kantor Kementerian Agama.

Pendaftaran majelis taklim, harus memenuhi syarat yaitu: memiliki kepengurusan, memiliki domisili, dan memiliki paling sedikit 15 (15) jemaah.

Peraturan ini dianggap terlalu berlebihan oleh sebagian pihak. Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengrkritisi peraturan ini.

“Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang majelis taklim maksudnya baik, tapi terlalu jauh mengurusi ranah aktivitas keumatan di akar-rumput yang semestinya dihidupkan secara alamiah dan didorong secara positif sejalan dinamika masyarakat Indonesia yang hidup dalam kegotongroyongan dan paguyuban,” kata Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Minggu (1/12).

Majelis taklim yang hidup secara alamiah, selama ini memang tidak pernah merepotkan pemerintah. Bahkan turut membantu melalui taklim-taklim agama. Bahkan, sudah lama pula para politisi memanfaatkan mereka untuk meraup suara. (IMF/foto:okezone.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *