[JAKARTA, MASJIDUNA] — Kementerian Agama nampaknya bakal serius meningkatkan peran dan fungsi bagi para imam masjid se-Indonesia. Tak main-main, dua organisasi kemasyarakatan keagamaan yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama bakal digandeng untuk memberikan pelatihan bagi para imam masjid.
Demikian disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi usai membuka Lokakarya bertajuk ‘Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid’ di Jakarta, Rabu (30/10). “Dalam waktu dekat kita akan membuat pelatihan-pelatihan para imam masjid, yang bekerjasama dengan Ormas-ormas seperti Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah dan ormas lainnya,” ujarnya.
Menag bilang, pelatihan tersebut amatlah penting. Selain menambah pengalaman, keilmuan dan wawasan para imam masjid se-Indonesia, juga menyiarkan Islam secara damai kepada masyarakat. Misalnya menanamkan nilai-nilai Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terpenting, penguasan keilmuan tentang Islam.
Jenderal purnawirawan angkatan darat itu berpesan agar imam masjid saat berkhutbah dalam doanya dapat menggunakan bahasa Indonesia, selain bahasa Arab. Dia beralasan, lantaran tak semua warga dan jamaah masjid mengerti dan paham pesan yang disampaikan imam bila menggunakan bahasa Arab.
Namun bila disisipkan bahasa Indonesia, setidaknya jamaah lebih dapat mengerti pesan yang disampaikan Imam masjid. Fachrul pun berharap para imam masjid memiliki wawasan dan pengetahuan lebih tentang masjid yang tak melulu digunakan hanya sebagai tempat ibadah kepada Allah. Namun juga ibadah yang hubungan manusia dengan manusia alias hablumminannas. Seperti kegiatan sosial, ekonomi dan budaya.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Muhammadiyah Amin mengamini gagasan dan rencana Menag. Baginya, pelatihan bagi para imam masjid dalam rangka menambah wawasan para imam masjid, selain ilmu keislaman juga membentuk jiwa nasionalisme.
Umumnya, kata Muhammadiyah Amin, pengelolaan masjid hanya sebatas pengaturan aloasi dana bagi pembiayaan operasional kegiatan masjid. Begitu pula masjid hanya dipahami sebagai tempat melakukan kegiatan ibadah shalat. Padahal bisa lebih luas, misalnya, pengajian atau pesantren kilat.
Menurutnya, masjid pun dapat digunakan bagi kegiatan sosial. Seperti pendidikan keterampilan, pemeliharaan dan perawatan kesehatan. “Apalagi pengembangan keilmuan yang non agamawi, jarang jadi pilihan di kebanyakan dari 741 ribu masjid di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
[AHR/Kemenag]