Masa Depan Pesantren, Seperti Apa?

[JAKARTA, MASJIDUNA]–Rancangan Undang-undang Pesantren yang sedang dibahas di Komisi VIII DPR, menuai kritikan dan masukan. Sejumlah ormas Islam yang diundang memberikan catatan kritisnya.

Rata-rata ormas yang diundang meminta agar kajian akademik lebih dalam lagi, mempertajam definisi santri dan pesantren serta mempersoalkan kemungkinan intervensi pemerintah.

Ormas Muhammadiyah, misalnya menyoal tidak adanya kajian akademik yang komprehensif, apalagi setelah mengalami pergantian nomenklatur.

Rancangan Undang-Undang Pesantren yang dibahas di DPR RI berawal dari RUU inisatif DPR RI dengan nama Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Hal ini menunjukkan perbedaan nomenklatur RUU Pesantren yang dibahas saat ini.

Nah, adanya perubahan nomenklatur, menunjukkan perbedaan antara yang diusulkan DPR dan yang di usulkan Pemerintah.

Muhammadiyah melihat ada persoalan mendasar akibat perbedaan pandangan terhadap Rancangan Undang-Undang ini. Perubahan nomenklatur dan penghapusan ratusan pasal dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, mengakibatkan RUU Pesantren kehilangan pijakan Naskah Akademik yang disusun untuk menghasilkan naskah RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.


“Muhammadiyah memandang RUU Pesantren perlu kembali dilakukan kajian menyeluruh untuk dapat dilakukan pembahasan, dengan menyusun ulang Naskah Akademik RUU Pesantren,” kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo.

Sementara PBNU menyoroti soal kemandirian pesantren yang rentan diintervensi oleh kepentingan pemerintah, bila RUU yang sekarang tetap disahkan. PBNU ingin kemandirian peantren tetap dijaga. “Itulah yang perlu diperkuat, tidak boleh satu pun pintu masuk bagi pemerintah atau pihak lain untuk mengintervensi kemandirian, otonomi, independensi pesantren,” kata Ketua PBNU bidang hukum Robikin Emhas.

PBNU ingin agar pemerintah memperkuat kemandirian ini, bahkan pesantren semakin besar perannya di dunia terutama dalam menyuarakan Islam moderat. “Karena agama bukan sumber konflik justeru instrumen mengokohkan perdamaian,” kata Robikin.

Dalam Jurnal Pesantren yang terbit pada 1984, soal peran dan kemandirian pesantren sudah mulai jadi pembahasan. Salah satu tulisan dari Zamakhsyari Dhofier mengulas bahwa perkembangan pesantren sangat ditentukan oleh perkembangan masyarakat Indonesia bahkan dunia. “Perubahan masyarakat nasional maupun internasional sangat mempengaruhi perkembangan pesantren.” tulis Zamakhsyari. Dalam prediksinya, di masa depan bisa jadi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Islam, harus masuk pesantren untuk mendalami masalah-masalah hukum Islama tentang kedokteran.

Selanjutnya, masa depan pesantren tergantung pula pada kemampuannya berpacu dengan waktu dan dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Perpacuan dengan lembaga pendidikan lain, bisa berbentuk kompetitif maupun distributif. (IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *