Masjiduna.com, Banjar- Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat, 27 Februari-1 Maret 2019 menyoroti sejumlah persoalan krusial, di antaranya Rancangan Undang-Undang (RUU) Antimonopoli dan Persaingan Usaha.
Anggota komisi dan tim perumus draf keputusan Muhammad Syamsudin, mengatakan RUU itu dirancang untuk mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena UU ini dirasakan masih belum dapat menampung dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.
Syamsudin menyebutkan kendati terdapat UU Antimonopoli dan persaingan usaha namun dalma praktiknya masih ditemui penguasaan atas produki dan pemasaran (monopoli), penguasaan penerimaan pasokan (monopsoni), penguasaan pasar, serta persengkongkolan untuk mengatur dan menentukan pemenang tender.
“Banyak faktornya seperti kongkalikong antara pengusaha dengan pejabat, masih maraknya praktik suap, dan tipu daya antar pengusaha,” kata Syamsudin di arena Munas NU, di Kota Banjar, sebagaimana dikutip dari laman NU Online, Kamis (28/2/2019).
Dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 ini terdapat beberapa masalah pokok yang menjadi perdebatan, antara lain soal pengertian “praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”; kelembagaan dan kewenangan KPPU, Persoalan denda dan hukuman; serta kode etik dan dewan Pengawas.
Salah satu yang mengemuka dalam Munas NU, mendorong penguatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan memberi perluasan kewenangan yang bertindak sebagai penyidik, penuntut, dan sekaligus pemutus perkara dalam kewenangan KPPU. “Hanya saja, perlu perbaikan mengenai substansi, struktur pasal-pasal, dan redaksi muatan-muatan baru yang diperlukan agar kepentingan umum dapat dikedepankan guna mencapai efisiensi dan kemakmuran rakyat,” tegas Syamsudin
Terkait dengan kemungkinan adanya peleburan (merger) dua atau lebih perusahaan/badan usaha, forum Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah mengusulkan adanya antisipasi melalui aturan UU Penanaman Modal Asing (PMA) yang berlaku, khususnya untuk jenis usaha yang melibatkan penanam modal asing (PMA) guna melindungi produk dan pengusaha dalam negeri dalam berkiprah di negeri sendiri.
Proses diskusi berlangsung dinamis oleh peserta yang terdiri dari para kiai pesantren dan utusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dari berbagai daerah di Indonesia. Selain soal RUU Antimonopoli dan Persaingan Usaha, komisi tersebut juga membahas soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Keputusan final dari diskusi tiap komisi pada Munas Alim Ulama ini akan digulirkan kembali pada sidang pleno, Jumat (1/3/2019) besok, untuk ditinjau lalu diresmikan sebagai keputusan Munas-Konbes NU 2019. [far]