[JAKARTA, MASJIDUNA]- Pernahkah kita mempertanyakan makna agama yang kita anut? Apa agama itu? Pertanyaan itu pernah ditanyakan oleh seseoran yang datang kepada Rasulullah. “Ya, Rasulullah apa sesungguhnya agama itu?” Rasul pun menjawab, “Akhlak yang baik.” Seperti penasaran, lelaki itu kembali bertanya kali ini dari arah kanan. “Ya, Rasulullah apa sesungguhnya agama itu?” Rasul menjawab, “Akhlak yang baik.”
Hal yang sama kembali ditanyakan, kali ini dari arah sebelah kiri. Rasul pun memberi jawaban yang sama. Orang itu lalu datang dari belakang dan mengajukan pertanyaan yang sama. Kali ini Rasul memberi jawaban, “Tidakkah kau mengerti? Itu adalah dengan upayamu untuk tidak marah.”
Baca juga: Menapaki Tangga Rohani, Ramadan Menyempurnakan Akhlak
Di lain kesempatan, Rasul pun pernah ditanya, “Apakah kesialan itu?” Rasulullah lalu menjawab, “Akhlak yang buruk.” Ada pula orang yang bertanya, “Amalan apakah yang paling utama?” Lagi-lagi rasul menjawab dengan hal yang tak jauh berbeda: “Akhlak yang baik.”
Imam Ghazali ketika membeberkan makna dari percakapan itu, menjelaskan bahwa akhlak yang baik tidak sekali-kali akan meragukan Allah mengenai rezeki yang Dia berikan. Bahkan dia percaya sepenuhnya kepada Allah dan senantiasa memenuhi kewajibannya berkenaan dengan rezeki yang telah dijaminkan Allah baginya. Kemudian dia akan selalu taat dan tidak akan membangkang terhadap Allah mengenai apa saja yang berkaitan antara dia dan Allah dna antara dia dan orang-orang sekitarnya.
Baca juga: Rumusan Risalah Akhlak Majelis Tarjih Muhammadiyah Jadi Tuntunan
Dalam buku “Mengobati Penyakit Hati”, yang dipetik dari karya fenomenal “Ihya Ulumuddin” Muhammad Al Baqir menjelaskan bahwa akhlak yang baik berada di pertengahan dan seimbang. Manakala kekuatan emosional menyimpang dari sikap moderatnya, hal itu disebut “kenekatan”. Sebaliknya jika cenderung ke arah kekurangan hal itu disebut “kepengecutan”.
Jika ambisi lebih kuat ke arah berlebihan, maka mekahirkan “kerakusan”. Sebaliknya jika lebih cenderun ke arah kekurangan akan melahirkan “kebekuan”. Yang terpuji adalah yang di tengah-tengah yang disebut fadhilah (kebajikan). Islam mengajarkan sikap moderat atau pertengahan, dan itu bagian dari akhlak yang baik.
(IMF/sumber: Mengobati Penyakit Hati, Muhammad Al Baqir, Mizan)