Sukamti dan ayahnya, Suroso (84) seorang penyandang tuna netra.
[JAKARTA, MASJIDUNA]– Cinta Sukamti kepada sang ayah, Suroso (84), memang tiada banding. Dia rela bekerja sebagai pekerja migran di Malaysia demi mewujudkan cita-cita ayahnya ke tanah suci. Dan memang, keinginannya Suroso cuma satu, yaitu naik haji. Sebab, tidak ada yang ia harapkan dengan kondisinya yang tunanetra sejak berusia delapan tahun, kecuali ke Tanah Suci.
Sukamti pun bertekad mewujudkannya, dengan bekerja di Luar Negeri, tepatnya Malaysia atas izin dan doa orang tua.
Baca juga: Calon Jemaah Haji Kloter Pertama Berangkat 12 Mei, Hati-hati Suhu Panas
“Bagi saya, keinginan orang tua dan juga keinginan anak saya adalah suatu keharusan yang mesti diwujudkan,” ujar Sukamti, di Madinah, Senin (20/5/2025) dikutip dari laman Kemenag.
Sukamti membanting tulang di Malaysia selama 25 tahun. Sebagian penghasilannya ditabung untuk membara Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) bapaknya, sekaligus membiayai keluarga berikut empat adiknya. Sebagai single parent sejak anaknya lahir, Sukamti juga harus bekerja keras untuk membiayai kuliah anak semata wayangnya.
“Sukamti ini memang anak yang selalu berbakti dan memikirkan keluarga termasuk semua adiknya dibiayai sekolah,” cerita Suroso lirih.
Menurut Suroso, sejak kecil, Sukamti selalu punya tekad yang kuat. Ia rela dititipkan di panti asuhan hanya demi berjuang mendapatkan pendidikan gratis sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Teknik Mesin (STM) jurusan kelistrikan. Sebab, dengan kondisi serba terbatas, Suroso tidak mampu maksimal mencari nafkah. Ia waktu itu hanya mengandalkan istrinya Mardiyah (75) yang sejak dulu bekerja menggarap di sawah.
Baca juga: Ada Kabari Baik! Pemerintah Saudi Beri Tambahan Kuota Jamaah Haji Indonesia
“Alhamdulillah tahun ini niat saya berhaji dikabulkan Allah. Saya bahagia sekali meskipun tidak bisa melihat indahnya Tanah Suci,” ucap Suroso.
Saat ini, Sukamti berhasil mewujudkan impian ayahnya yang Tunanetra untuk beribadah haji. Ia dan sang ayah tergabung dalam kelompok terbang (kloter) sembilan Embarkasi Solo (SOC 09). “Tabarakaallah, saya bisa mendampingi Bapak berhaji, meskipun agak sedih karena belum bisa sekalian bersama Ibu,” tuturnya dengan mata berkaca. Ia bersyukur mendapatkan kuota prioritas lansia dan pendamping lansia, sehingga tidak menunggu antrian terlalu lama.
Menurut Ketua Kloter, Faozan, kondis Bapak Suroso yang harus didorong kursi roda oleh pendampingnya saat ke Masjid Nabawi, sering menginspirasi jemaah lainnya. Sehingga, anggota kloter yang lainnya juga ikut saling membantu, termasuk saat ke Raudhah, untuk mendorong kursi roda Bapak Suroso secara bergantian.
(IMF/sumber: kemenag)