Oleh: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen Universitas Prof. Dr. Hamka/UHAMKA]
MANUSIA tak sanggup mengetahui aspek kuantitatif dari segala sesuatu. Ia tak sanggup menjumlah nikmat yang telah ia terima, ataupun mencatat amal baik dan buruk yang ia kerjakan, atau mengukur seberapa kadar iman dan takwanya. Manusia memerlukan Tuhan yang memiliki pengetahuan akurat dan teliti tentang aspek hitungan segala sesuatu, sehingga manusia merasa tenang bahwa alam raya aman baginya, rezekinya terjamin, kebaikannya tercatat dan tidak sia-sia, serta ketakwaannya pun dapat Tuhan ketahui.
Dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah mengkalkulasi segala sesuatu. Akhir surah al-Jinn menyebut: Wa ahsha kulla syay’in ‘adada. Dan Dia telah menghitung bilangan segala sesuatu.
Allah adalah Yang Maha Mengalkulasi. Dia menghitung kuantitas segala sesuatu, baik yang manusia hitung, yang manusia tidak hitung, ataupun yang manusia tak dapat hitung. Dia menentukan, mengetahui, dan mencatat kadar atau jumlah segala sesuatu secara akurat, baik itu berkaitan dengan ciptaan dan peristiwa maupun berkaitan dengan amal manusia dan balasannya.
Allah menghitung semua yang ada di langit dan bumi. Dia menjumlah, menghitung, dan menetapkan bilangan segala sesuatu dengan analitis dan super teliti. Allah mengetahui dengan amat teliti perincian segala sesuatu dari segi kuantitas, kadar, atau ukurannya, baik itu tentang panjang, lebar, tinggi, luas atau volumenya, tentang posisi, waktu, atau jaraknya, dan lain sebagainya hingga meliputi segala dimensinya. Dialah pemilik segala pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan pasti.
Allah menghitung semua amal manusia, sekecil apa pun. Dia mengalkulasi segala perbuatan manusia, menilainya dan akan mengabarkan hasil hitungan dan penilaian itu setelah mereka dibangkitkan dari alam kubur. Semuanya Allah bukukan secara rapi dan tepat di suatu Kitab Induk. Banyaknya makhluk tidak membuat Allah kesulitan menghitung balasan untuk amal manusia maupun untuk pengaruh amalnya. Allah kuasa membedakan derajat kemuliaan manusia dari kadar ketakwaannya.
Hamba al-Muhshi menjadi pribadi yang sadar akan kelemahan, terus belajar, dan memandang penting pengambilan keputusan berdasarkan data-data. Ia sangat bersyukur karena nikmat Allah sungguh berlimpah dan tak sanggup ia hitung. Ia berusaha adil kepada siapa pun dengan mempertimbangkan berbagai perhitungan. Ia menghindari kesalahan dan kemaksiatan sekecil apa pun, dan tidak pula mau meremehkan amal baik sekecil apa pun.
“Ya Allah, berilah kami ampunan atas segala kesalahan. Ampuni kami atas segala kelalaian dan kemaksiatan. Berilah kami ganjaran atas segala amalan, dan kasih sayang dalam segala urusan. Kuatkan hati kami agar tak mudah dipengaruhi data-data dan kata-kata selain yang menyemangati kami di jalan-Mu. Engkau mengetahui hitungan segala sesuatu, perkenankan kami untuk terus bersandar kepada-Mu.” [RAN]