Cerita Kang Asep, Petani Muda yang Juga Guru Madrasah

Kang Asep sedang menggarap lahan pertanian milik keluarganya (Sumber:Masjiduna/IMF)

[GARUT, MASJIDUNA]– Di tengah hamparan lahan perkebunan tak jauh dari tempat wisata Darajat Pass, desa Karyamekar, Kacematan Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, tampak anak-anak muda yang sedang mengolah lahan. Mereka dengan cekatan membersihkan lahan, mencangkul atau menaburkan pupuk ke hamparan tanah. Salah satunya Asep. Warga setempat yang sedang asyik dengan cangkulnya. “Ini saya bersihkan rumputnya. Cuaca sedang terik, bagus untuk tanaman cabe,” ujarnya.

Baca Juga: Moderasi Beragama dari Perpektif Fiqih bagi Guru Madrasah

Asep yang berbadan gempal itu, sehari-hari sebenarnya berprofesi sebagai guru madrasah swasta mengajari fikih di Samarang, yang masih di wilayah Garut. Namun bila sedang libur, ayah tiga anak ini sengaja pulang ke rumah orang tuanya untuk membantu bertani. Menurut Asep sejak kecil dia sudah diajarkan bertani, seperti ayahnya (bernama Anda) yang juga sejak kecil sudah bergelut di lahan pertanian.

“Saya lulusan D2 program guru agama Islam,” katanya. Meski pernah mengecap program D2 untuk programi Pendidikan Agama Islam (PAI), namun panggilan hati untuk meneruskan lahan pertanian milik leluhurnya tidak pernah pudar. Dengan topi penghalan sinar matahari dan cangkul di tangan, Asep cekatan mencangkul tanah kering yang akan ditanami cabe.

Cabe yang menjadi kebutuhan warga itu, kini harganya sedang jatuh. “Waktu puasa sampai Lebaran kemarin bagus, bisa sampai 50 ribu sekilo di tangan petani,”ujar Anda, ayah Asep yang juga sedangt menggarap lahan pertanian. Bahkan harga kubis sejak lama tak pernah beranjak, hanya seribu perkilo.

Baca Juga: Guru Besar UIN Jakarta Sebut Plt Komite Fatwa Produk Halal Sesuai Aturan Hukum

Bagi Asep, harga-harga pertanian yang sering tidak menentu, tidak menyurutkan niatnya untuk terus bertani membantu orang tuanya. Begitu pula dengan mengajar di madrasah yang sudah menjadi panggilan hatinya saat ini. Dia tetap bersyukur menjadi petani di lahan orang tua dan tetap mengajar agama bagi anak-anak muridnya.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *